MEDAN - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mendesak KPK untuk membongkar kembali penyidikan kasus 'uang ketok' DPRD Sumut. Tak hanya itu, lembaga anti rasuah juga diminta segera menyeret tersangka untuk diadili di pengadilan.

pengadilan.

"Bila dalam amar putusan Hakim sudah ada nama-namanya, menjadi langkah awal KPK untuk melakukan penyidikan kasus penyuapan ini," tutur Direktur LBH Medan, Surya Dinata, Sabtu (11/3/2017) siang.

Dalam petikan amar putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan, yang dibacakan oleh‎ Didik Setyo Handono selaku ketua Majelis hakim dengan terdakwa Gatot Pujo Nugroho menyebutkan, hakim meminta agar kasus tersebut tidak berhenti pada Gatot saja. Akan tetapi, penyidikan dilakukan juga terhadap pemberi dan penerima suap yang lain untuk diproses hukum.

"Dengan ini, meminta penyidik KPK untuk membuka dan melanjuti proses penyidikan kasus penyuapan ini," pinta hakim.

Bahkan, hakim juga menyebut beberapa nama seperti mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumut (Provsu), mantan Sekretaris DPRD Sumut, Randiman Tarigan dan mantan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut yang kini menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olah Raga (Kadispora) Sumut, Baharuddin Siagian, yang dimaksod dalam amar putusan mereka sebagai pemberi dari pihak Pemprov Sumut ke DPRD Sumut.

"Saksi Nurdin Lubis, selaku Sekda, Randiman Tarigan selaku Sekretaris DPRD Sumut, Burhanuddin Siagian selaku Kabiro Keuangan, Ahmad Fuad Lubis selaku Kabiro keuangan menggantikan Burhanuddin, Hasban Ritonga selaku Sekda menggantikan Nurdin Lubis, Pandapotan Siregar, selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provins Sumut untuk pihak yang mengumpulkan uang dari SKPD dan diserahkan kepada pimpinan DPRD periode 2009-2014 dan periode 2014-2019," sebut majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (9/3/2017) kemarin.

Dalam kasus ini, Surya menilai sudah terlihat peran para tersangka ‎baru merujuk putusan majelis hakim. Otomatis membuat semangat lagi, penyidik KPK untuk mengalih hingga ke akar-akarnya kasus penyuapan ini.

"Nama-nama yang disebut hakim, harus didalami lagi keterlibatannya oleh KPK. Jangan sampai KPK dinilai masyarakat tembang pilih dalam kasus ini. Karena, bukan Gatot sendiri memberikan uangnya langsung. Tapi, ada peran pengumpul uang dan perantara pemberi uang tersebut," jelasnya.

Atas hal ini, Surya menegaskan sudah dapat diketahui masing-masing peran tersangka baru dalam kasus ini."Harus dibongkar dengan jelas sesuai benang merahnya. Pastinya, dapat diketahui dengan jelas peran tersangka baru dalam penyidikan nantinya dilakukan oleh KPK," ungkap Surya.

Sebelumnya, Wawan Yunarwan selaku penuntut umum KPK menjelaskan dengan amar putusan hakim tersebut, akan menindaklanjuti putusan itu, dengan melakukan penyidikan kasus untuk tersangka baru dalam kasus ini.

"KPK tidak berhenti, fakta persidangan ini bukan perbuatan pribadi. Kita akan menindaklanjuti apa yang disampaikan hakim. Kapan waktunya, belum bisa saya sampaikan," ujar Wawan usai sidang didampingi rekannya Ariawan.

Dari putusan majelis hakim, akan tetap melakukan proses hukum bagi pemberi atau penerima suap yang mencapai Rp 61,8 miliar."Pastinya, akan tetap tindaklanjuti itu semuanya. Dari nama-nama (pemberi dari Pemprov Sumut) saya belum bisa memberikan keterangan. Untuk waktunya, kita belum bisa sampaikan lagi," ucapnya.

Sementara itu, Ani Andriani, tim Hukum Gatot Pujo Nugroho yang menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut menilai, majelis hakim hanya menilai Gatot lah yang merupakan inisiator pemberian "uang ketok" tersebut.

"Padahal kan inisatornya jelas dari beberapa staf Gatot, tapi majelis hakim menilai inisiatif dari terdakwa. Kami pikir-pikir dulu lah," ucapnya.

Ani menyatakan dengan tegas penyidik KPK harus mengungkap dan bongkar kasus ini lagi. Untuk status pemberi uang suap itu, dari pihak Pemprov Sumut ke DPRD Sumut.

"Ini harus itu, diungkapkan lah‎ dengan tetap melakukan penyidikan kasus ini. Kara si terdakwa tidak tahu apa-apa seperti penerima itu. Tolong ini, dicari penegak hukum (KPK)," pungkasnya.