JAKARTA - FITRA mengaku akan mendukung penuh KPK dalam membongkar megakorupsi E-KTP, serta mendorong adanya reformasi BPK dan mendorong Presiden segera terbitkan PP Integrasi Perencanaan dan Penganggaran.

Menurut Manager Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi, jika ada pengamat yang bilang bahwa KPK gagah-gagahan dalam mengusut korupsi E-KTP, steatmen itu bentuk dukungan terhadap koruptor.

"Pengamat tersebut tidak mempunyai keberpihakan kepada rakyat, uang rakyat hasil pajak dikorupsi dari Rp6 triliun dijadikan bancakan 49 persen, atau Rp 2,3 triliun," ujar Apung kepada GoNews.co melalui pesan rilisnya, Sabtu (11/3/2017) di Jakarta.

Apung Widadi juga menyatakan, korupsi E-KTP adalah penghianatan terbesar politikus-pejabat kepada rakyat.

"Pertama, karena nominalnya besar sekali. Kedua, politisi dan pejabatnya melanggar sumpah jabatan. Dan ketiga, dampak korupsi itu berpengaruh buruk terhadap pelayanan publik, layanan e-ktp yang buruk dan gagalnya program single identity number," tukasnya.

Apung melanjutkan, sumber utama korupsi ini saat itu adalah perencanaan anggaran APBN yang sangat buruk. "Mafia anggaran mendominasi proses dan mengintervensi hasil," paparnya.

Sayangnya kata dia, saat ini atau pasca putusan MK, dimana DPR tidak boleh membahas satuan tiga, modus bancakan pembahasan e-ktp masih terjadi serupa, buktinya kasus Damayanti dan I Putut Sudiartana. "Kasus E-ktp kembali mengingatkan kita, mafia anggaran di DPR masih ada walaupun sudah tidak boleh membahas sampai satuan 3," tandasnya.

Selain itu katanya, FITRA dengan seluruh cabang ada di 15 provinsi mendukung penuh KPK dalam mengusut E-KTP. Bahwa serangan balik terhadap KPK pasti ada, tetapi FITRA akan menggalang dukungan masyarakat untuk ikut terlibat mendukung KPK. "KPK bersama rakyat," tegas dia.

Terakhir, Apung juga mengutuk keras permainan oknum BPK dalam jual beli Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan Dirjen Dukcapil tahun 2010. Sehingga indikasi awal korupsi tidak muncul dalam audit tersebut. Jaksa KPK menyatakan, salah satu auditor BPK senilai Rp80 juta.

Menurutnya, BPK harus direformasi karena berkaca dari hal ini, dugaannya, seolah olah jual beli opini masih terjadi hingga saat ini.

"Aliran kepada oknum Bappenas juga sangat disayangkan, ini menunjukkan proses perencanaan anggaran yang tidak sesuai prioritas namun sesuai kepentingan tertentu. Bappenas harus segera mengevaluasi diri dengan memperkuat Presiden segera mengeluarkan PP Integrasi Perencanaan dan Penganggaran agar tidak terjadi mega kasus seperti E-ktp lagi," tutup Apung.***