JAKARTA - Dewasa ini bangsa Indonesia menghadapi tantangan-tantangan yang sangat kritikal, baik dalam skala domestik maupun internasional. Dalam skala domestik, pergerakan populisme kanan terus bekerja menggerus kultur moderat keagamaan masyarakat.

Hal itu diungkapkan, Katib ‘Aam PBNU KH. Yahya Cholil Staquf dalam siaran persnya yang diterima GoNews.co, Jumat (10/3/2017) di Jakarta.

LMeskipun kita tahu bahwa gerakan-gerakan transnasional itu secara global sebenarnya juga belum pernah berhasil menemukan bentuk idealnya. Karena itu kita tidak boleh goyah," tukasnya.

Pada saat yang sama, Nahdlatul Ulama (NU) yang sementara ini dinilai mampu menerjemahkan dengan baik Islam sebagai rahmat bagi alam semesta, sesungguhnya tengah diharapkan peran aktifnya oleh masyarakat dunia.

NU, meminjam kalimat Greg Barton (pengkaji NU dari Australia), benar-benar menjadi harapan bagi umat Islam untuk kembali menjadikan agama ini sebagai pilar peradaban dunia.

Menurunya, Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim moderat terbesar di dunia, dengan demikian memiliki peluang sekaligus tantangan besar untuk menjadi kiblat keislaman dunia. "Di saat negara lain sibuk dengan konflik horizontal dan sektarian, Indonesia sudah jauh melesat dalam menyuguhkan sebuah cara beragama yang damai, saling menghormati, saling tepa selira, bertoleransi, dan juga saling mengisi," paparnya.

Wajah Islam Indonesia yang ramah sesungguhnya adalah bagian dari cermin sikap kemasyarakatan NU. Tugas kita kemudian bagaimana menggaungkan wajah Islam ala ahlussunnah wal jama’ah ini sebagai upaya untuk menunjukkan wajah Islam yang sesungguhnya kepada dunia global.

"Sudah saatnya kita mengakhiri era Islam yang dipenuhi citra permusuhan sebagaimana yang masih terjadi di negara-negara teluk hingga saat ini," tandasnya.

Sekali lagi katanya dia, NU harus sungguh-sungguh mempersiapkan diri. NU harus menyambut dan menyiapkan peran terhormat ini dengan lebih baik. mungkin ini sudah menjadi amanat agung dari Allah SWT.

"Di antara karunia Allah kepada Nahdlatul Ulama adalah dihadirkan-Nya di tengah-tengah kita para ulama, yang kualitas keulama’annya jarang dimiliki oleh komunitas muslim di belahan dunia lain. Kita punya ulama-ulama khos seperti Mbah Maemoen, Kyai Mus (KH. Mustofa Bisri), Kyai Nawawi, Tuan Guru Turmudzi, Bagindo Leter, dan lain-lain," tukasnya.

Untuk menjawab tantangan dan harapan dunia tersebut, penting bagi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk mendengar pandangan-pandangan dari para ulama sepuh. Petuah dan nasihat-nasihat dari para ulama khos sangatlah dibutuhkan dalam menentukan langkah strategis NU sebagaimana yang diharapkan dunia ke depan.

"Berkenaan dengan hal ini, PBNU berencana untuk sowan dan menggalang silaturahim dengan 99 Ulama Khos NU. Agenda yang akan digelar bertajuk "SILATURAHIM NASIONAL ALIM ULAMA NUSANTARA, Insya Allah dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 16 Maret 2017, atau bertepatan tanggal 17 Jumadil Akhir 1438 H. Acara ini bertempat di ndalem Mbah Maemoen Zubair di Ponpes Al Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah," tandasnya.

"Mohon doa restu kepada warga Nahdlatul Ulama dan seluruh bangsa Indonesia. Mudah-mudahan pertemuan ini membawa manfaat bukan hanya untuk Nahdlatul Ulama, tetapi juga untuk bangsa dan harapan besar dunia," tegas dia.

Adapun para ulama yang bakal hadir antara lain:

KH. Maemoen Zubair dari SarangKH. Ahmad Mustofa Bisri dari RembangKH. Ma’ruf Amin, Tanara, BantenHabib Muhammad Luthfi bin Yahya dari PekalonganKH. Nawawi Abdul Jalil dsari PasuruanKH. Dimyathi Rois Kaliwungu, Jawa TengahTGH. Turmudzi Badaruddin dari Bagu, NTBKH. Abuya Muhtadi Dimyathi dari Pandeglang, BantenKH. Muhammad Sanusi Baco dari Maros, Sulawesi SelatanKH. TK. Bagindo M. Letter dari Sumatera BaratTengku H. Muslim Ibrahim dari Nangroe Aceh DarussalamAbah Guru Zuhdiannor Martapura, kalimantan Selatan. ***