MEDAN - Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajatisu), Bambang Sugeng Rukmono mengklaim tak tahu keberadaan tersangka DPO Bank Sumut karena kehilangan jejak. Padahal, beberapa waktu lalu, pihak Kejatisu mengumbar ke media sudah mengetahui keberadaan Haltatif. "Kita masih upaya untuk mencari tersangka saat ini. Karena kita sudah kehilangan jejak dia (Haltatif), makanya kita terus upayakan pencarian terhadap tersangka," ucap Bambang, Kamis (9/3/2017).

Untuk sementara ini, pihaknya belum mengetahui keberadaan Haltatif apakah masih di Sumut atau di luar Sumut. Akan tetapi, menurutnya, pihak Kejatisu masih tetap melakukan pencarian.

"Kita terus upayakan semaksimal mungkin mencari tersangka,"pungkasnya.

Sebelumnya, Kejatisu mengklaim tidak takut untuk menangkap DPO Bank Sumut itu. Bahkan, Kejatisu sesumbar ke media sudah mengetahui keberadaan tersangka dan hanya tinggal melakukan eksekusi saja.

Menurut Kasi Penkum Kejatisu, Sumanggar Siagian, pihaknya masih terus mengupayakan penangkapan tersangka meski saat ini pihaknya sudah tidak tahu di mana keberadaan tersangka yang sempat terdeteksi.

"Iya, dia (Haltatif) berada di Aceh di rumah saudaranya minggu kemarin. Tapi untuk saat ini kita tidak tahu lagi dia di mana. Tapi ini masih kita upayakan," ucap Sumanggar.

Disinggung soalnya takutnya Kejatisu menangkap Haltatif, mengingat tersangka salah seorang pengusaha kaya dan terpandang, Sumanggar membantah.

"Kita tidak takut menangkap dia (Haltatif), tapi memang kita upayakan saat ini," bebernya.

Kejatisu dikabarkan juga telah melakukan pemantauan Haltatif selaku Daftar pencarian orang (DPO) di Medan, Binjai dan Langkat.

"Karena Haltatif pernah didapatkan informasi ada di lokasi kota-kota tersebut," bebernya.

Pemantauan dilakukan di tempat keramaian dan di rumah pribadi Haltatif hingga tempat usahanya di Jakarta.

"Kita persempit ruang geraknya dengan melakukan pemantauan keseluruhannya dari aktivitasnya," sebutnya.

Dalam kasus ini, pengadaan sewa 294 unit mobil operasional Bank Sumut senilai Rp18 miliar yang bersumber dari Rencana Anggaran Kerja (RAK) tahun 2013 diduga bermasalah. Ditemukan penyimpangan dalam proses pelelangan dan pembuatan SPK yang tidak didasarkan kontrak. Jumlah kerugian keuangan negara mencapai Rp10,8 miliar yang telah dihitung oleh akuntan publik.