MEDAN - Nasriati Muthalib merupakan korban bencana tsunami Aceh 2004 lalu. Empat tahun berselang, mulai 2008 hingga 2011, lembaga Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) buat program pendidikan trauma healing.

"Kala itu, saya jadi peserta," katanya.

Setelah banyak mengikuti kegiatan program trauma healing, ia diutus KKSP untuk mengikuti kegiatan internasional di Finlandia.

Kala itu, ia satu-satunya perwakilan Aceh. Pulang dari Finlandia, ia dijadikan relawan untuk berbagai kegiatan sosial

Kini ia menjadi relawan yang mengajar anak-anak jalanan di kawasan Pasar Aksara Medan.
Nasriati, saban hari berdiskusi dengan anak-anak jalanan di ruangan berukuran 5 meter x 5 meter di bagian samping rumah kepala lingkungan, Jalan Pimpinan, Suka Rahmat, Seikerah Hilir 1, Medan Perjuangan.

Dalam ruangan mungil itu, ada anak jalanan belajar membaca dan nilai kejujuran. Mereka tampak berkeringat. Di dalam ruangan tersebut tidak ada kipas angin, apalagi pendingin ruangan. Namun, mereka tetap bahagia saat belajar.

"Coba dibacakan dulu, isi materi dalam kartu itu," kata Nasriati kepada Jefri, anak jalanan yang memilih kartu saat permainan dimulai. "Andi meminta menggambar tugasnya kepada teman sekelas. Tapi, saat ditanya ibu guru, Andi menjawab, ia sendiri yang gambar tugas itu. Tindakan Andi tersebut disebut?" kata Jefri saat membacakan isi permainan kartu tersebut.

Belasan anak jalanan yang sedang mengikuti permainan itu langsung berteriak," Andi tidak jujur." Suasana di dalam ruang pun membahana. Bbeberapa anak jalanan kemudian mengulangi permainan tersebut dengan mengambil kartu yang berbeda.

Nas, sapaan mahasiswi Juruasan Manajemen Universitas Sumatera Utara itu, menjelaskan, fokus materi yang diajarkan kepada anak-anak tersebut tentang diskusi karakter, dan penambahan kapasitas anak-anak jalanan. Bahkan, ia juga mengajarkan pendidikan agama Islam.

Sesekali, ia mengajak anak-anak jalanan untuk berlibur, dan membimbing mereka mendaur ulang sampah. Sehingga anak-anak jalanan punya keterampilan. Bahkan, beberapa anak jalanan sudah mahir membaca.

"Pada awal 2015, saat saya baru menjadi konselor atau guru di Rumah Belajar Kita, beberapa anak jalanan tidak pandai membaca dan menulis. Jadi, pelan-pelan saya ajarkan anak-anak membaca. Sekarang, mereka sudap bisa membaca dan menulis," ujarnya