JAKARTA - Langkah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melarang sidang kasus korupsi proyek e-KTP disiarkan secara live di televisi, menuai reaksi keras dari Dewan Pers.

Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Jimmy Silalahi, mengaku kecewa dengan keputusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.

Pasalnya kasus ini berbeda dengan kasus kopi bersianida dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso atau kasus dugaan penodaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Menurut dia, kasus ini sangat berdampak luas bagi masyarakat. Sehingga setiap perkembangannya akan dinantikan publik. Karenanya sangat diperlukan kasus yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun ini disiarkan langsung oleh televisi.

"Kasus e-KTP ini menyangkut kemaslahatan umat, ini suatu identitas yang dimiliki oleh warga negara sah. Belum lagi kepengurusan dokumen-dokumen itu sekarang dan mengurus perbangkan harus ada e-KTP, dan ini kasus mega proyek," ujar Jimmy, Rabu (8/3/2017).

Jimmy mengaku aneh sidang tersebut terbuka namun ada pengecualian, yakni tidak boleh disiarkan langsung. Menurutnya tidak ada urgensi dalam kasus itu sehingga tidak boleh disiarkan secara langsung.

"Ini menurut saya kalau pengadilan mengatakan terbuka maka tidak perlu ada pengecualian. Ketika itu terbuka untuk masyarakat, terus kenapa harus khawatir disiarkan secara langsung," katanya.

"Jadi saya tidak melihat ada esensi yang perlu dikawatirkan dalam hal ini, jangan komparasikan dengan kasus lain, karena kaus e-KTP adalah spesifik,ini meyangkut kemaslahatan umat, dan masyarakat berhak untuk mengetahui," tambahnya.

Sebelumnya, Humas Pengadilan Tipikor Yohanes Priana mengatakan proses persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP tahun 2011-2012 tidak akan disiarkan secara langsung oleh televisi.

Menurut Yohanes pelarangan siaran langsung tersebut sudah berdasarkan pada keputusan bernomor W10.U1/KP.01.1.17505XI.2016.01 tentang larangan Peliputan atau Penyiaran Persidangan secara langsung oleh media televisi di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kelas 1A Khusus.

Rencananya, sidang perdana e-KTP pada Kamis (9/3) akan menghadirkan dua terdakwa, yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman, dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.

Keduanya sudah mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang membantu penegak hukum untuk membongkar perbuatan pidana.

Sidang dugaan korupsi e-KTP akan dipimpin oleh majelis hakim yan terdiri atas Jhon Halasan Butarbutar sebagai ketua, didampingi hakim anggota 1 Franky Tumbuwun, hakim anggota Emilia, hakim anggota 3 Anwar dan hakim anggota 4 Ansyori Syaifuddin. (jpnn)