SIANTAR - Komisi Nasional Perlindungan Anak (PA) Pematangsiantar mendatangi SMA Kampus Nomensen yang berada di Jalan Asahan, Kota Pematangsiantar. Kedatangan mereka meminta pertanggungjawaban pihak sekolah yang disebut menolak seorang siswi, berinisial FHG, yang pernah bermasalah terkait asusila.

Perwakilan Komnas PA, Nanda menjelaskan, kedatangan mereka untuk meminta pihak sekolah melakukan upaya konseling dengan pihak orang tua murid jika terjadi permasalahan perilaku yang menyimpang. Apalagi dengan murid yang hendak dipindahkan ke sekolah lain.

"Kita diminta konfirmasi bagaimana kronologi sebenarnya. Jadi yang disampaikan ke kami, FHG pernah berbohong ke pihak sekolah. Keluar ke sekolah dibawa pacarnya selama 8 hari tiba-tiba ditemukan warga," kata Nanda, Senin (6/3/2017).

Pihak Komnas PA. lanjutnya, meminta agar pihak sekolah tidak dengan mudahnya mengeluarkan surat pindah kepada murid yang bermasalah. Seharusnya jalur musyawarah perlu terlebih dulu dilalui, agar adanya pertimbangan dari banyak pihak terkait.

"Konvensi internasional juga ada deklarasi tentang perlindungan anak. Pihak sekolah tetap membimbing, karena itu tugas kita, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Harapannya kita mempertimbangkan tetap mempertahankan anak ini, karena apalagi dia masih di bawah 18 tahun," sebut Nanda.

Kunjungan ini dilakukan lantaran FHG (15) siswi kelas 1 SMA Kampus Nommensen ditolak sepihak oleh pihak sekolah. Informasi itu diketahui dari Tiurma Nainggolan, ibunda FHG yang kecewa atas sikap intansi pendidikan, sehingga menyampaikannya kepada sejumlah jurnalis, Jumat (3/3/2017) lalu.

"Waktu itu kami ke sekolah. Tapi kepala sekolahnya tidak ngasih anakku ini sekolah di situ, lantaran kepala sekolahnya malu. Disuruhnya anakku pindah dari sekolah itu," ujar Tiurma.

Pemerhati Anak, Tri Utomo menambahkan, ada cara yang harus ditempuh terkait masalah anak. Permasalahan yang dihadapi FHG menjadi tanggung jawab sekolah lewat konseling untuk mendampingi korban, bukan malah menyuruh untuk pindah sekolah dan menambah beban korban.

"Saya sudah ke dinas pendidikan supaya kepala sekolah beserta gurunya dievaluasi, guru BK (Bidang Konseling) seperti itu nggak benar kalau mengeluarkan pernyataan seperti itu, seharusnya guru konseling dan kepala sekolah tidak menambah beban FHG," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, FHG sempat dilarikan sopir angkot CV Ria Jaya selama satu minggu. Dia mengakui sudah dua kali dicabuli sopir angkot bernama Dedi Manalu di Penginapan Pulo Kumba, Jalan Rakutta Sembiring, Kelurahan Nagapita, Siantar Martoba.

Setelah dilakukan pencarian, FHG akhirnya ditemukan Minggu (26/2/2017) di simpang Pulo Kumba. Setelah itu orang tuanya langsung membawa korban ke Polres Siantar untuk membuat laporan. Kemudian, Selasa (28/2/2017) lalu, Dedi Manalu yang sempat kabur, akhirnya ditangkap Polres Siantar di Penginapan Pulo Kumba.