MEDAN - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menyebutkan Perkiraan Permintaan Masyarakat (PMM) Peserta Baru (PB) Keluarga Berencana (KB) pada tahun 2017 mencapai 282.478. Hingga Januari, pencapaiannya sudah mencapai 31.642 PB, atau 11,20 persen dari PMM tersebut. Demikian diungkapkan Kepala BKKBN Sumut Temazaro Zega didampingi Kepala Latihan dan Pengembangan T Lafalinda, Kepala Advokasi Penerangan dan Informasi Ali Sujoko dan Kepala Humas Janter Sitorus kepada Wartawan, di Kantor BKKBN, Kamis (2/3/2017). 

"Target yang akan dicapai pada 2017 itu diantaranya Metoda Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dengan total 74.686 akseptor baru, sedangkan Non MKJP sebanyak 207.792 akseptor. Non MKJP diantaranya kondom 20.564 akseptor, suntik 103.619 akseptor dan pil 83.609 akseptor," katanya.

Sedangkan untuk MKJP diantaranya IUD sebanyak 13.578 akseptor, implant 51.173 akseptor, Metode Operasi Wanita (MOW) sebanyak 9.268 akseptor dan Metode Operasi Pria (MOP) 667 akseptor.

Ia mengatakan pihaknya terus meningkatkan sosialisasi agar pengguna alat kontrasepsi bisa meningkat khususnya pada kontrasepsi jangka panjang demi dapat menekan laju kelahiran.

"Masih banyak kendala kita hadapi, khususnya keinginan pasangan suami istri memiliki anak lebih dari dua. Sejauh ini di Sumut sendiri angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,9 pesen. Target kita 2,1 sejak tahun 2005 lalu, tapi sangat berat," katanya.

Selain keinginan memiliki anak lebih dari dua, lanjutnya program KB juga belum jadi prioritas bagi Pemerintah Daerah, sehingga advokasi yang sudah diberikan BKKBN di daerah tidak berjalan baik karena kurang adanya dorongan atau kelanjutannya dari Pemda. 

"Saya berharap masyarakat dapat memahami tujuan KB sebagai penekan membludaknya jumlah penduduk ini. Bisa dilihat, cadangan energi kita cukup terbatas, kemudian lingkungan yang rusak karena masyarakatnya makin banyak. Sebanyak 66 persen Indonesia ini lautan, 34 persen daratan, daratan ini tidak bisa dikelolah seluruhnya karena 67 persen adalah hutan yang dilindungi. kalau dihitung hitung hanya 1/9 dari luas NKRI ini yang bisa ditempati dan diolah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi ini harus dipahami," ujarnya.