JAKARTA - Bulan Februari diprediksi menjadi waktu, di mana intensitas hujan di sebagian besar wilayah di Indonesia sedang mencapai puncaknya. Tingginya curah hujan ini berpotensi menyebabkan bencana hydro-meteorologi di sejumlah wilayah, seperti banjir dan tanah longsor.

Seperti yang terjadi di Ibu Kota Jakarta pada Selasa lalu, 21 Februari 2017. Hujan yang turun selama beberapa hari belakangan, menyebabkan banjir di sejumlah titik di Jakarta. Meskipun curah hujan yang turun lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya, nyatanya Jakarta tetap saja banjir.

Data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan curah hujan yang terjadi di Jakarta pada 21 Februari lalu, berkisar 21 milimeter hingga 118 mm, jauh lebih kecil dibandingkan dengan hujan yang menyebabkan banjir di Jakarta pada tahun 2007, 2013, dan 2014, yang saat itu mencapai 200-350 mm.

Kepala BMKG, Andi Eka Sakya menyebut, fenomena banjir Jakarta terjadi karena banyak faktor. Tingginya curah hujan di suatu daerah dan sekitar, turut memengaruhi banjir suatu wilayah. Banjir juga bisa dipicu perilaku manusianya yang minim kesadaran terhadap lingkungan dan pola hidup.

Tidak saja Jakarta, faktor-faktor lain juga bisa menjadi pemicu banjir di sejumlah wilayah di Indonesia. Sadar bahwa potensi bencana bisa terjadi setiap saat, maka mitigasi bencana dan pengetahuan terhadap cuaca menjadi penting untuk menjadi perhatian masyarakat.

Untuk mengetahui lebih lanjut faktor-faktor apa saja yang menyebabkan banjir Jakarta dan beberapa daerah di Indonesia, termasuk prakiraan meteorologi Indonesia sepanjang 2017 ini, maka dalam kesempatan ini kita mewawancarai Kepala BMKG Dr. Andi Eka Sakya M.Eng untuk membahas persoalan ini. Berikut, petikan wawancananya

Bagaimana analisis BMKG terkait banjir yang terjadi di Jakarta 21 Februari lalu? Apa benar dipengaruhi banyak faktor?

Ini lebih banyak dipengaruhi oleh apa yang kami sebut faktor iklim yang berpengaruh, atau yang memengaruhi Indonesia, misalkan pada saat itu ada El Nino, atau La Nina, lalu kemudian di Samudera Hindia ada Indian Dipole Mode, atau kemudian ada Main Geophysical Observatory (MGO), atau kemudian nama-nama yang barang kali tidak begitu dikenal.

Pokoknya, kumpulan awan besar, tetapi membawa tekanan yang berpengaruh terhadap curah hujan di Indonesia, terus kemudian juga harus dilihat SSD (Sea Surface Density)-nya, lalu temperatur permukaan lautnya. Tetapi, kita kan bicara pada bulan Februari. Jadi, kita batasi pada bulan Februari, kemudian di Jakarta dulu.

Jadi, faktor-faktor itu ada banyak. Jadi, tidak kemudian kita hanya bicara satu hal saja. Jadi, multi variabel cost kalau saya bilang. Jadi, disebabkan banyak variabel ini yang belum dilihat oleh masyarakat Indonesia.