JAKARTA - Proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kenyataannya tidak selalu berjalan mulus. KPK tercatat dua kali mengalami kekalahan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau pada pengadilan tingkat pertama.

Kekalahan pertama terjadi pada 2011 di Pengadilan Tipikor Bandung. Saat itu, majelis hakim membebaskan Wali Kota Bekasi non-aktif, Mochtar Muhammad.

Mochtar Muhammad diduga menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar. Selain itu, Mochtar juga diduga menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2010.

Ia juga diduga memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta, agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian.

Putusan vonis bebas untuk Mochtar sempat menuai kontroversi. Mahkamah Agung kemudian memanggil Ketua Pengadilan Negeri Bandung yang menunjuk ketiga hakim yang mengadili perkara Mochtar.

Pemanggilan itu juga dilakukan untuk mencari tahu berbagai kemungkinan di balik putusan bebas tersebut.

Setahun kemudian, Hakim Agung yang menerima permohonan kasasi KPK menyatakan Mochtar terbukti bersalah. Menurut MA, Mochtar terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

"MA membatalkan putusan Tipikor Bandung dan menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 300 juta terhadap Mochtar. Selain itu, Mochtar juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 639 juta," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Kamis (23/2/2017).

Kekalahan kedua terjadi di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis kemarin. Majelis hakim membebaskan Bupati nonaktif Rokan Hulu Suparman.

Suparman dinyatakan tidak terbukti menerima uang atau hadiah dari tersangka lain, yakni mantan Gubernur Riau, Annas Maamun. Hakim menilai bahwa dakwaan kedua yakni menerima hadiah atau janji tidak terpenuhi dan tidak terbukti pada terdakwa.

Sementara itu tersangka lain, yakni mantan Ketua DRPD Riau, Johar Firdaus, divonis hakim lima tahun 6 bulan. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 6,5 tahun.

Menurut Febri, selesai putusan dibacakan, tim penuntut KPK memastikan akan melakukan upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung.

"Tentu saja terhadap vonis ini KPK kecewa dan kami akan melakukan upaya hukum lebih lanjut kasasi ke Mahkamah Agung," kata Febri.

Menurut Febri, KPK melihat ada kejanggalan dalam putusan hakim. Apalagi, kasus yang menimpa Suparman adalah pengembangan dari beberapa tersangka lain yang telah divonis bersalah oleh hakim.

Selanjutnya, tim jaksa KPK akan memperkuat argumentasi dalam pembuktian tindak pidana yang dilakukan terdakwa dalam upaya hukum kasasi.

KPK berharap, hakim MA yang menangani kasasi dapat menggunakan argumentasi yang diuraikan tim penuntut umum dalam pertimbangan putusan nantinya.

"Hakim Tipikor seharusnya hakim yang profesional dan memutus sesuai aturan yang berlaku," kata Febri.(kpc)