MEDAN - Terdakwa Ratna Morina Simarmata (35) bisa berbahagia dengan tuntutan rendah yang diberikan Jaksa penuntut umum (JPU) Mariati Siboro yang menuntut hanya empat bulan penjara, pada sidang di ruang Cakra V Pengadilan Negeri PN) Medan, Kamis (23/2/2017). Selain dituntut rendah, wanita berambut panjang itu juga tidak dilakukan penahanan.

Dalam tuntutan yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Nazar Effendi, Mariati Siboro menyebutkan, terdakwa bersalah melakukan penganiayaan yang menyebabkan luka pada pipi korban RZS (8), pada Desember 2015 lalu hanya sedalam 0,1 Cm.

"Menuntut majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama empat bulan penjara," ujar JPU Mariati.

Terdakwa dikenakan pasal 80 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dalam Perkara Penyiksaan. Untuk diketahui, dalam hal ini, terdakwa terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.

Usai sidang, Mariati yang dikonfirmasi terkait rendahnya tuntutan tersebut menyebutkan, tuntutan empat bulan penjara sudah tepat.

"Empat bulan kurungan sudah pas, dikarenakan bukti visum, melihat dari luka hanya luka sedalam 0,1 sentimeter, hanya sedikit," katanya.

Menanggapi keluhan keluarga yang tidak mengetahui waktu sidang tuntutan, Mariati menyebut bukan kewajibannya memberitahu. "Itu bukan kewajiban saya, keluarga korban harusnya mencari tahu sendiri," ucapnya.

Sementara itu, ibu korban, Ratna Dewi (38), didampingi suami, Syamsul Bahri (40), menilai, tuntutan JPU tidak mencerminkan keadilan dan tidak sesuai dengan pasal UU Perlindungan Anak.

"Ya nggak puas kami, nggak sesuai dengan pasal anak. Dia juga tidak pernah ditahan karena ada jaminan dari keluarga," ucapnya.

Dia juga menilai luka pada korban yang disebut hanya dengan kedalaman 0,1 Cm, tidak benar. "Kejadiannya Jumat, 12 desember 2015 lalu. Di pipi sebelah kiri, ada tiga luka bekas cakaran, dua yang berdarah. Ditampar tiga kali pipi kanan-kiri, memar pipi kanan-kiri. Mulutnya juga dibekap " ungkapnya. Terdakwa merupakan tetangganya di Jalan Tangguk Bongkar XI Kecamatan Mdan Denai.

Selain itu, sejak awal sidang, terlihat kejanggalan, termasuk saat sidang dakwaan yang digelar jelang malam dan selanjutnya keluarga korban tidak pernah diberitahu selain dari ucapan hakim. "Pernah jaksa SMS bilang kapan sidangnya, terus nggak pernah lagi," ungkapnya.

Untuk diketahui, dalam dakwaan JPU Mariati Siboro menyebut, kejadian tersebut bermula ketika RZS hendak pergi sekolah mengaji sekira Desember 2015 silam. Kebetulan, RZS dan Morina merupakan tetangga di Jalan Tangguk Bongkar X, Medan Denai. Rumah keduanya hanya berseberangan jalan.

Sesaat hendak pergi mengaji, RZS telah ditunggu temannya di depan pagar rumah. Morina keluar dari rumahnya. Namun entah kenapa, Morina malah melayangkan tamparan ke arah pipi kiri dan kanan bocah malang tersebut.

RZS sempat teriak meminta tolong kepada ibunya, namun mulut bocah tersebut dibekap. Akhirnya RZS tetap pergi mengaji dan melaporkan kejadian tersebut kepada ibunya sepulang mengaji.

Morina sebelumnya mengaku keberatan dengan dakwaan itu. Dia berusaha menjelaskan ke Majelis Hakim Ketua Nazar Effendi bahwa apa yang didakwakan tak benar. “Enggak benar itu, Pak Hakim. Saya tidak ada melakukan penamparan,” kata Morina yang pada persidangan perdana tanpa didampingi kuasa hukum. 

Korban juga sebelumnya memberikan kesaksian pada sidang tersebut. “Dipukul tante (Morina) jam 3 sore di depan rumah, tiga kali di pipi. Habis dipukul awak pergi ngaji, Pak. Awak dipukul di depan kawan. Nangis awak dipukul,” kata perempuan mungil tersebut sambil mengayunkan kedua kakinya.

RZS tak berani mengadu kepada ibunya setelah ditampar Morina. Namun setelah dibujuk orangtuanya, dia menceritakan kejadian penganiayaan itu.