MEDAN - Staf Ahli Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Bidang Hukum Lingkungan, Muhammad Ramdan Andri Wibisana meminta agar pemerintah setempat bertindak terkait adanya isu pencemaran air di Danau Toba. Di mana belum lama ini air danau ditemukan sejenis lintah dan kutu yang diduga akibat limbah perusahaan.

"Poin servicenya ada baku mutu air dari atas yang memerintah ke situ. Nah harus diinfokan, dilihat kualitas baku mutu air limbahnya dan segala macam. Nah itu bisa digugat atau dicabut izin perpanjangannya. Itu pernah kejadian di Bandung dan masyarakat yang menang," tegas M Ramdan.

Terkait perusahaan, saat ini mantan penyelam perusahaan Aquafaram yang saat ini tergabung bersama aktivis lingkungan, Pejuang Danai Toba, Holmes Hutapea mengungkapkan ada tiga perusahaan yang diduga penyebab limbah yang telah merusaka baku mutu air.

Diantaranya Aquafarm, Allegrindo dan anak perusahaan PT Suri Tani Pemuka, anak perusahaan PT Japfa Comfeed Indonesia.

"Setidaknya ada tiga perusahaan penyumbang limbah ke air danau. Dan itu penyebab munculnya lintah dan kutu. Pencemaran kami duga akibat limbah pakan ternak ke air mereka capai sampai 69 persen terhadap air. Sedangkan limbah perhotelan dan masyarakat 31 persen. Dan itu sudah terverifikasi dari data dan sudah terpublikasi di media-media massa," beber Holmes.

"Jadi, limbah-limbah perusahan besar ternak ikan dengan pengadaan Keramba Jala Apung (KJA) dan ternak babi di kawasan Danau Toba itu kami duga penyebab munculnya hama air sejenis lintah dan kutu. Jadi sewaktu ada penyelaman terlihat bagaimana dasar danau yang kotor akibat limbah ternak babi dan ikan milik perusahaan itu" kata Holmes.

Menanggapi ini, M Ramdan menjelaskan, pihak yang dirugikan baik masyarakat dan lainnya bisa melapor ke pemerintah pusat, apabila pihak pemerintah daerah dan setempat tidak merespon. Bahkan kasus pencemaran limbah perusahaan bisa dibawa ke ranah hukum.

"Lapor saja ke pemerintah pusat, mereka punya kewenangan untuk mengambil alih masalah pemerintah daerah yang gak merespon. Itu bisa dipaksa ke pengadilan, Kejaksaan Tinggi Negeri atau Pengadilan Negeri lewat gugatan masyarakat jika pemerintah tidak respon atau tidak benar. Jadi sudah ada sosialisasi hukum yang tersedia," jelas Ramdan.