JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan terbuka perihal peran adik ipar Presiden Joko Widodo, Arief Budi Sulistyo dalam pusaran kasus dugaan penerimaan suap oleh pegawai pajak di Kementerian Keuangan, Handang Soekarno.
Termasuk perihal pemeriksaannya sebagai saksi di KPK yang tidak pernah tercantum dalam daftar saksi.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah menampik jika ada perlakuan berbeda terhadap Arief dalam menggali keterangannya sebagai saksi. Dia berujar mencuatnya nama Arief di pusaran kasus ini bisa terkuak dari jalannya persidangan.

"Beberapa kronologi muncul di dakwaan nanti bisa lihat bersama-sama konteks yang lebih tepat saksi-saksi dan kaitannya dengan terdakwa. Pentuntut umum KPK tentu akan membuktikan," ujar Febri, Senin (20/2/2017) seperti diberitakan merdeka.com.

Arief, dikatakan Febri, merupakan salah satu dari total 42 saksi untuk tersangka Ramapanicker Rajamohanan Nair, terdakwa dugaan pemberi suap kepada Handang. Selama pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan Arief luput dari pemberitaan. Namanya baru muncul setelah terkuak dalam sidang dakwaan.

Secara terpisah, Ramapanicker mengatakan, berkomunikasi dengan Arief hanya sebatas teman dan mitra bisnis. "Sebenarnya sebagai teman, saya itu hanya berkonsultasi," kata Rama, pria paruh baya berdarah India itu di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat.

Arief, selaku Direktur operasional PT Rakabu Sejahtera sekaligus mitra bisnis Ramapanicker, disebut dalam surat dakwaan berperan mempertemukan Ramapanicker dengan Dirjen pajak Ken Dwijugiasteadi untuk menyampaikan keluh kesahnya.

Sebab, perusahaan milik Ramapanicker, pria berdarah India itu memiliki sejumlah permasalajan restitusi pajak dari tahun 2015-2016. Dalam dakwaannya, Ramapanicker diduga menyuap Handang Soekarno, Kasubdit bukti permulaan cukup di direktorat penegakan hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, sebesar Rp 1.98 miliar dari total komitmen fee sebesar Rp 6 miliar. Selain Handang, uang suap itu juga diperuntukan Muhammad Haniv, kepala kantor DJP wilayahJakarta Khusus.

Haniv juga disebutkan pernah menerbitkan SK Nomor : KEP-07997/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 2 November tentang pembatalan surat tagihan pajak Nomor 00270/107/14/059/16 tanggal 6 September 2016 masa pajak Desember 2014 atas nama Wajib Pajak PT EKP dan SK Nomor dan Surat Keputusan Nomor: KEP-08022/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 3 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor : 00389/107/14/059/16 tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2015 atas nama Wajib Pajak PT EKP, yang diterima Rajamohanan pada 7 November 2016. (mdk)