MEDAN - Tampaknya harapan M Nazib, 44, untuk sembuh harus tertunda. Sebab, warga Dusun XV, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdangbedagai, tidak memiliki biaya untuk menyembuhkan tumor di bagian kepala belakangnya. Meski sudah memiliki kartu BJPS Kesehatan, namun Nazib harus dipusingkan dengan biaya untuk berangkat ke rumah sakit dan biaya yang harus dikeluarkan sebelum operasi dilakukan. Sebab, ayah lima orang anak  ini, merupakan satu-satunya tumpuan harapan untuk menopang kehidupan keluarga.

Ketika ditemui di rumahnya, Senin (20/2/2017), istri M Nazib, Fatimah (40) menuturkan akhir Desember lalu suaminya masih sehat-sehat. Namun, akhir Januari lalu, tiba-tiba sebelah badan Nazib bagian kanan lumpuh dan tidak bisa digerakkan kembali. 

Selanjutnya, pada awal Pebruari pihak keluarga membawa ke rumah sakit di Perbaungan untuk mendapatkan perawatan. Di sana, suami Fatimah ini menjalani perawatan termasuk CT-Scan. Berdasarkan hasil scanning pada kepala bagian belakang ditemukan adanya benjolan. 

“Berdasarkan hasil scanning, kata medis, (ada) tumor di bagian kepala belakang. Selanjutnya disarankan untuk dirujuk ke rumah sakit Adam Malik,” jelas Fatimah.

Tim medis, sebutnya, menyimpulkan hasil pemeriksaan tersebut harus ditindaklanjuti ke rumah sakit H Adam Malik untuk bedah syaraf. 

“Katanya untuk bedah syaraf itu ditanggung BPJS, tapi katanya selama belum masuk ICU biaya perawatan tidak ditanggung. Jadi menggunakan biaya sendiri. Itu pun, tidak diketahui berapa hari perawatan baru bisa masuk ICU. Ini untuk saraf lebih banyak biaya,” ungkapnya. 

Mendengar penjelasan ini, pihak keluarga memutuskan untuk membawa pasien pulang. Dengan alasan ketiadaan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup selama menjadi perawatan di Rumah Sakit Adam Malik. Hal ini juga yang akhirnya membuat, kartu BPJS pasien diblokir. 

“Akhirnya, saya bawa pulanglah suami saya. Karena tidak punya biaya,” kata ibu rumah tangga itu. 

Fatimah menceritakan, penghasilan suaminya selama menjadi nelayan dan terkadang berjualan es balok, hanya bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan terkadang, hasil dari melaut tersebut, tidak bisa memehuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya sekolah anaknya.

“Satu hari dapat, seminggu tidak. Apalagi sekarang musim angin kencang. Untuk sehari-hari pun payahlah, kadang ngutang di warung  dulu. Nanti begitu melaut baru di bayar,” bebernya.