MEDAN - Dalam rangka mendukung Revitalisasi dan Reformasi Hukum berdasarkan Nawacita, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly, SH, MSc, Ph.D segera melakukan reformasi sistem penegakan hukum dan pelayanan publik di bidang pemasyarakatan.



Hal tersebut disampaikan Menkumham dalam kuliah umum di hadapan mahasiswa dan civitas akademika Universitas Prima Indonesia (UNPRI) dengan tema 'Revitalisasi dan Reformasi Hukum Berdasarkan Nawacita' di aula serba guna Universitas Prima Indonesia Medan, Sabtu (18/2/2017).

Kuliah Umum tersebut dihadiri pendiri UNPRI I Nyoman Ehrich Lister, MKes, AIFM, Ketua BPH UNPRI Dr. Tommy Leonard, SH, MKn, Penasehat UNPRI RE Nainggolan dan Sofyan Wijaya, GM Rumah Sakit Royal Prima Dr. Heriyanti, SH, MKn, jajaran rektor, dekan dan dosen di lingkungan UNPRI.

Menkumham mengatakan, program revitalisasi hukum menjadi agenda strategis dari pemerintah untuk memulihkan kepercayaan publik, serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum. "Kami akan menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara," ujarnya.

Disebutkannya, dalam melakukan pemulihan kepercayaan publik dan memberikan keadilan dan kepastian hukum, maka diperlukan revitalisasi hukum di antaranya dengan melakukan pembenahan kelembagaan untuk melahirkan penegakan hukum yang profesional. Kemudian juga dilakukan penataan regulasi agar melahirkan regulasi berkualitas, serta pembangunan budaya hukum untuk menjadikan budaya hukum yang kuat.

Dia menyebutkan, pembangunan ekonomi harus sejalan dengan pembangunan hukum. "Kalau dunia ekonomi tidak diikuti dengan hukum yang baik, maka ekonomi bisa seret. Tidak ada tertib hukum yang baik, apalagi banyak pungli, maka cost ekonomi menjadi besar. Korelasi antara pembangunan hukum dan pembangunan ekonomi harus berjalan beriringan dan saling menguatkan," ujarnya.

Yasonna Laoly mengatakan, masalah perizinan merupakan suatu persoalan besar di Indonesia. Apalagi di daerah-daerah, banyak Peraturan Daerah (Perda) yang bertentangan satu sama yang lain, seperti keputusan menteri dengan Perda maupun keputusan antar menteri, hal itu dikarenakan ego sektoral masing-masing.

"Ini yang harus dideregulasi. Kemudian, dalam budaya kita yang masih banyak mindset yang tidak baik, seperti dalam pengurusan izin, 'kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah'. Budaya itu yang harus kita buang. Mindset itu harus dirubah total, kalau bisa dipermudah kenapa harus dipersulit. Kalau dipersulit berarti ada sesuatu. Di sinilah negara hadir," ujarnya.

Menurutnya, penataan regulasi dan pembuatan deregulasi yang berkualitas ini merupakan perjalanan panjang yang harus dilakukan. "Kalau tidak dilakukan, walaupun kita maju dengan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang tinggi, sementara hukumnya terseret, maka orang akan bisa mempermainkan sistem," sebutnya.

"Penegakan hukum memang memerlukan kepastian hukum, pembenahan kelembagaan kementerian, badan-badan akan kita sederhanakan, kita sinergikan. Perlu penataan kelembagaan, supaya birokrasi bisa bergerak cepat, tidak gendut. Kalau birokrasi yang gendut, padat, pasti lamban gerakannya," tambahnya lagi.

Menkumham berharap, penegakan hukum di kelembagaannya menjadikan hukum yang profersional, polisinya juga harus taat hukum, jaksa yang profesional, dan hakimnya juga harus profesional. "Dalam penegakan hukum yang profesional, harus ada keberanian. Kita harus membangun penegakan hukum yang profesional, jaksanya profesional, jaksanya yang tidak meras, polisinya yang tidak meras, petugas lapasnya yang tidak memeras," pungkasnya.