MEDAN - Rencana Pemko Medan untuk mengurai kemacetan dengan Light Rail Transit (LRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) disambut baik oleh beberapa kalangan. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Pemko Medan terkait keberhasilan LRT dan BRT nantinya. Sekretaris Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI) Dewan Pengurus Daerah (DPD) Sumut, Burhan Batubara mengkritisi rencana LRT dan BRT yang hanya dilakukan di Kota Medan tanpa melibatkan daerah sekitar.

Menurutnya kebijakan ini tak akan berhasil menurunkan tingkat kemacetan kota Medan.

"Kita harus perhatikan siapa yang ada di Kota Medan saat siang hari, atau saat jam kemacetan. Sederhananya, banyak karyawan bahkan PNS Kota Medan tinggal di Deliserdang, Binjai dan daerah lainnya. Jadi nanti sama saja banyak angkutan pribadi masuk ke Medan. LRT dan BRT tak akan dipergunakan kalau hanya sekitaran Medan," kata Burhan Batubara saat dihubungi www.tribun-medan.com, Minggu (19/2/2017).

Ia juga meminta Pemko Medan mulai melakukan singkronisasi dengan angkutan yang ada saat ini. Sehingga nantinya bisa saling mendukung.

"Trayek angkutan kota harus ditinjau kembali. Agar LRT, BRT, dan Angkot tak saling bunuh. Sudah harus dipersiapkan dari sekarang," sambungnya.

Sekadar informasi, jalur LRT rencananya akan melintasi Stasiun Besar Kereta Api Medan, Jalan Williem Iskandar, Jalan M Yamin, Jalan Gatot Subroto, Jalan Iskandar Muda, Universitas Sumatera Utara (USU), Jalan Setia Budi, Jalan Djamin Ginting, dan terakhir di Pasar Induk Laucih, Tuntungan.

Sedangkan jalur BRT, direncanakan akan menghubungkan kawasan sekitar inti kota, seperti Pasar Induk Laucih, Terminal Amplas, dan Pelabuhan Belawan untuk menuju kawasan inti kota. Namun juga direncanakan melintasi Jalan Sisingamangaraja atau batas kota menuju Lapangan Merdeka, Jalan Gatot Subroto, hingga Kampung Lalang.