NICODEMUS Kasan Kurniawan, pria yang terlahir di Desa Ketam Putih, Pulau Bengkalis, Riau, 25 Juni 1959 ini, berasal dari keluarga yang sederhana. Namun lewat kegigihan dan kerjasa kerasnya, kini dia punya 17 hotel ternama yang tersebar di seluruh Indonesia. Ayah Nicodemus adalah seorang kontraktor yang merantau ke Dumai, Riau, saat Kasan (sapaan akrab Nicodemus Kasan) memasuki usia 6 tahun. Sementara ibunya bekerja siang dan malam sebagai pemilik kedai kopi yang dulu dikenal dengan nama kedai kopi ABC yang sempat berubah nama menjadi KING dan kini sudah jarang beroperasi.

Kedua orangtuanya, menurut Kasan sosok pekerja keras dan sangat tegas dalam mendidik anak-anaknya untuk bisa menyelesaikan pendidikan dengan baik dan harus menjadi orang yang sukses meski hanya berasal dari kampung. Mereka tidak pernah mengizinkan anak-anaknya membantu di kedai kopi, bahkan mereka juga tidak pernah mengeluh lelah atau capek.

''Pesan mereka kepada anak-anaknya, pendidikan adalah yang paling utama. Itulah kenapa dulunya ayah dan ibu saya itu bekerja tidak pernah lelah. Khususnya ibu saya, kedai kopinya itu tutup hanya ketika matanya tertidur saja. Dan buka lagi setelah ia terbangun, semua ia lakukan sendiri, mulai dari meracik kopi, membuat makanan hingga menghidangkan kepada pembeli. Pekerja keras tanpa kenal lelah itu menjadi motivasi bagi saya untuk bisa menjadi sukses seperti harapan Ayah dan Ibu saya,'' ujar pengusaha hotel yang juga Presiden Direktur Zuri Hospitality Management (ZHM) yang sebelumnya bernama Grand Zuri Grup ini saat berbincang dengan GoRiau.com di Cerenti Coffee Shop Hotel Grand Zuri Dumai beberapa waktu lalu.

Insting bisnis Kasan ini ternyata sudah ada sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Usai belajar di sekolah nya SD Sesmic yang kini sudah tidak ada lagi bangunannya dan terakhir dikenal dengan SDN 1 Dumai, Kasan kecil yang membawa 1 buku dan menggunakan sendal jepit ala anak sekolah zaman era 60-an ini langsung menuju Mess tempat pekerja asing asal Korea tinggal.

Di mess yang dekat Kilang Putri 7 itu dulu, Kasan berjualan rokok dan wiski untuk 150 pekerja asing tersebut. Keuntungan hasil jualannya juga tidak harus ditabung, melainkan digunakannya untuk keperluannya sendiri tanpa harus meminta lagi dengan ayah dan ibu. Sayangnya, bisnis kecilnya tersebut hanya sebentar saja. Ia harus merantau ke Medan saat naik kelas 6 SD dan tinggal bersama neneknya.

''Jadi karena saya dulu suka ikut ayah saya bekerja, saya ambil kesempatan untuk berjualan di mess orang Korea itu. Bahkan saya juga dulu ikut ayah keluar masuk hutan, ikut merambah hutan juga, ya Dumai yang dulu tidak seperti saat ini sudah mulai berkembang pesat,'' katanya.

Saat SMA kelas 2, Kasan hijrah lagi ke Salatiga, Jawa Tengah dengan harapan dapat masuk pada universitas di Jawa. Hingga akhirnya ia sukses masuk ke Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung dan lulus tahun 1984, sesuai dengan harapannya mendapat gelar insyinyur (Ir) atau yang sekarang dikenal ST untuk jurusan teknik.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/18022017/nocodemusk-5602.jpgNicodemus Kasan Kurniawan saat di Hotel Grand Zuri Dumai

"Saya sempat nganggur kuliah 1 tahun karena tinggal 1 mata kuliah dengan dosen yang kiler. Setelah lulus saya balik ke Dumai. Proyek pertama saya saat ikut ayah, yaitu hidrokleker, banyak orang Jepang yang menjadi tenaga kerjanya. Saya balik ke kampung itu untuk menjadi kontraktor dan suplier untuk membangun daerah,'' bebernya terus bercerita meski staminanya sedang tidak fit.

Ternyata menjadi kontraktor saja, menurut Kasan belum bisa dikatakan sukses, karena pekerjaan kontraktor itu baginya sangat mudah sesuai dengan pendidikan yang dijalaninya selama di Bandung, hingga mendapat gelar teknik sipil. Modal menjadi kontraktior itu sudah ada, hanya saja mendapat pekerjaanya yang susah.

''Jadi kalau kita gak bikin kerja, kita juga kan susah, makanya saya mulai bisnis developer di Dumai daerah Tega Lega. Lalu berlanjut ke Duri membuat rumah hope pegawai Chevron yang kala itu namanya Caltex. Selama 5 tahun (1987-1992) saya sudah membuat 300 unit rumah hope. Selain membuat hope tersebut, saya juga ikut proyek di Caltex,'' kata ayah 3 anak ini.

Selang berjalan, usaha developer yang digelutinya mulai dikembangkan di Pekanbaru sekitar tahun 1990. Proyek pertamanya di Pekanbaru adalah membangun Villa Garuda Mas yang dibangun antara tahun 1990 dan 1997 sebanyak 150 unit. Ini rumah menengah atas. Kemudian juga, ia mengembangkan lagi dengan membangun perumahan menengah atas Villa Duyung (100 unit), Villa Paus (dibangun mulai tahun 1993, jumlahnya ratusan unit). Jadi semua yang dibangunya itu hanya untuk dijual mulai dari RSS, ruko, sampai rumah mewah di Pekanbaru. Kasan kembali berpikir bisnis developer ini akan habis karena harus dijual, lalu aset yang disimpan belum nampak.

''Makanya kepikran oleh saya untuk memulai bisnis hotel, tetapi kontraktor tetap jalan. Harus ada aset jangka panjang yang saya bisa save (simpan). Maka membangun, mengelola hotel, dan sekarang sudah berkembang menjadi jaringan hotel nasional. Hotel pertama itu Grand Zuri di Jalan Teuku Umar Pekanbaru sejak tahun 1997. Namun karena krisis ekonomi, hotel itu baru selesai tahun 2003. Hotel ini tadinya bintang tiga, kemudian jadi bintang empat. Modal membangun hotel Grand Zuri diperoleh dari sisa pembangunan rumah di masa lalu,'' kata Kasan yang merupakan anak kedua dan anak laki-laki tertua ini dalam keluarganya ini.

Menurut Kasan, kala itu sangat ironis kalau untuk mengurus hotel saja harus orang asing yang melakukannya. Seharusnya orang Indonesia bisa, tetapi kenyataannya tidak ada saya temukan orang Indonesia yang cocok mengurus hotel. Hotel sebetulnya sama dengan rumah besar, yang kamarnya banyak, orangnya banyak, ruang makannya besar, dapur besar. Jadi jangan kita persulit cara berpikirnya.

Dan hotel sebenarnya bagian dari properti juga, tapi banyak developer tidak mau masuk ke hotel karena investasi di hotel tidak secepat membangun rumah. Membangun dan mengelola hotel belum tentu kembali modal dalam lima tahun. Baginya, dengan latar belakang dirinya teknik sipil membantu dalam urusan konstruksi. Jadi investor membangun sendiri hotelnya dengan membuat investasi jauh lebih murah.

''Kami bisa menekan biaya hingga 15-20 persen. Seperti kami membangun Zuri Express, biayanya Rp200 juta per kamar dengan spesifikasi yang lebih bagus. Investor yang mau membangun hotel, kami beri panduan bagaimana agar biaya bisa lebih murah. Pertama, dengan pengalaman saya 20 tahun menjadi kontraktor di Caltex, saya bisa memilih material lebih efisien, bisa cari supplier lebih murah dari tangan pertama,'' tuturnya.

Saat membangun hotel pertamanya, Kasan belum temukan manajemen hotel yang bagus. Makanya ia membuat manajemen hotel yang kini sudah berjalan selama 14 tahun dengan 17 hotel yang tersebar di seluruh Indonesia. Tahun 2004, ia membangun hotel bintang dua, Hotel Pelangi, yang nanti akan berganti nama menjadi Zuri Express, di Jalan Gatot Subroto, Pekanbaru.

''Kami membangun Grand Zuri di Duri tahun 2004 dan Grand Zuri di Dumai tahun 2006, Grand Zuri Jababeka, Grand Zuri Lahat, Grand Zuri Muara Enim, Grand Zuri Malioboro, Grand Zuri Palembang, Grand Zuri Padang, Grand Zuri Batu Raja, The Premiere Pekanbaru, The Zuri Palembang, Zuri Express Lippo Cikarang, ZE Mangga Dua, ZE Palembang, ZE Pekanbaru, ZE Banjarmasin (coming soon), ZE Dumai (Coming Soon) dan Grand Zuri Ketapang (Coming Soon) serta Zuri Resort dan Convention Cipanas,'' bebernya.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/18022017/nikodemusk-5601.jpgNicodemus Kasan Kurniawan, Presiden Direktur Zuri Hospitality Managment bersama General Manager hotel di Riau.

Kerja Keras, Fokus dan Konsisten

Menurut Kasan, semua bisnis itu sangat menjanjikan tinggal bagaimana mengelolanya. Menjadi sukses itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Pelaku bisnis itu harus orang yang siap bekerja keras dan fokus pada tujuan. Pendidikan itu didapatnya dari ayah dan ibunya, yang bekerja keras tanpa lelah dan fokus dengan tujuannya untuk pendidikan anak-anaknya.

''Ketika mereka saja tidak pernah mengeluh lelah dan capek, apa saya harus malas?. Saya akan merasa malu jika saya malas dan tidak bisa menjadi orang sukses seperti keinginan Ibu Ayah saya. Kerja keras dan fokus itu tidak bisa ditawar-tawar. Kalau suskes itu semudah membalikkan telapak tangan maka sudah banyak orang kaya di Dunia ini. Sementara menurut data statistik dunia itu yang tergolong kaya hanya 3 persen saja. Kerja keras, fokus dan konsisten,'' ujarnya sambil membayangkan masa kecilnya saat tidur itu masih mendengar suara desiran air laut.

Apakah saat mulai bisnisnya, Kasan memiliki modal dana yang besar? Kakek yang sudah memiliki seorang cucu ini justru membantah hal tersebut. Ia memulai bisnisnya dari dana nol rupiah. ''Yang dipegangnya adalah kepercayaan dan komitmen, serta kerja keras. Merajut kepercayaan dengan mereka yang memerlukan skill (kemampuan) kita hingga akhirnya dengan kerja keras tadi kita punya modal untuk berdiri sendiri''.

"Orang miskin banyak yang sukses. Si Anak Singkong dari keluarga miskin bisa masuk dalam 10 orang terkaya di Indonesia, karena kegigihan dan kerja kerasnya. Dulu orangtua saya ingin kami mengubah nasib, kami anak kampung yang lahir di atas Laut Bengkalis, lalu ibu saya juga pernah menjadi penjual nasi bungkus keliling demi anak-anaknya. Ibu saya itu bekerja lebih lama dari matahari terbit, dan dia termasuk ibu yang sukses, karena anak-anaknya kini juga sudah menjadi orang berhasil seperti harapannya," terangnya.

Karena prinsip pantang menyerah itu pula yang membuat Kasan tahan terhadap krisis. Meski diterpa beberapa kali krisis ekonomi, Kasan yang pemilik 17 hotel di Indonesia ini tidak pernah surut dari bisnis hotelnya. Bahkan ia semakin melebarkan sayap pada bisnis hotel ini dengan terus membangun hotel yang bernaung pada Zuri Hospitality Management (ZHM), karena saat ini ia merasa sudah memiliki tim yang sangat tanggung dalam segala bidang.

"Bisnis hotel ini tantangannya harus berani. Kalau tidak berani, kapan mulainya? Kalau tidak mencoba, kapan bisa? Jadi semua belajar. Kebetulan saya didukung staf-staf yang ahli dalam bidang perhotelan dan nasionalisme mereka tinggi. Jadi menurut saya, tak perlulah orang asing kalau sekedar membangun dan mengelola hotel bintang dua, tiga, dan empat," katanya yang sangat bangga dengan tim tangguh ZHM.

Targetkan ZHM Jadi Aset Nasional

Nama Grand Zuri ini menurut Kasan membawa keberuntungan sesuai dengan maknanya beauty, heaven, dan nyaman yang merupakan bahasa asing dan dikutipnya dari sebuah surat kabar. Sehingga sampai saat ini hotel yang ia miliki masih dengan brand (merk) Grand Zuri, Zuri Express, dan Premiere ke seluruh kota-kota di Indonesia. Ia juga berniat akan membawa Grand Zuri menjadi jaringan nasional. Supaya Grand Zuri bukan hanya menjadi aset daerah Riau, tetapi aset nasional.

"Dulu hotel ini paling banyak dinikmati orang asing, bahkan orang Indonesia saja susah mendapatkan kue dari hotel. Beberapa investor dari luar yang datang menawari kerja sama masih saya pertimbangkan, karena saya sangat selektif. Saya mau menjadikan ZHM ini jaringan nasional karena untuk menunjukkan bahwa orang Indonesia mampu. Tak usah besar, tak usah cepat, tapi bisa bagus, dan menunjukkan bahwa orang Indonesia bisa. Mari kita buktikan bahwa kita bisa,'' ujarnya dengan penuh semangat.

Kasan dianugrahi tiga anak yang kini sudah menyelesaikan pendidikan tinggi. Anak pertama lulusan Arsitektur Interior UNSW, anak kedua lulusan Property and Finance CURTIN University, dan anak ketiga lulusan Finance UNSW. Mereka sedang bekerja untuk mencari pengalaman, supaya mereka tahu bekerja yang benar itu seperti apa. ''Mudah-mudahan pada waktunya mereka siap mengelola ZHM,'' tutupnya. ***