JAKARTA - Suciwati, istri aktivis HAM Munir Said Thalib menyesalkan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus kematian Munir. "Putusan tersebut telah melegalkan tindak kriminal negara yang telah dengan sengaja menghilangkan atau menyembunyikan keberadaan dokumen TPF Munir," ujar Suciwati di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), Jalan Kramat II, Jakarta Pusat, Sabtu (18/2/2017).

KIP sebelumnya memutuskan dokumen TPF merupakan informasi publik dan pemerintah wajib mengumumkan dokumen berisi hasil kerja TPF terkait investigasi pembunuhan Munir.

"Atas nama keadilan, keyakinan akan kebenaran dan hak konstitusi, kami berkeberatan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan putusan Komisi Informasi Pusat," tegas dia.

Suciwati menyebut Kementerian Sekretariat Negara seharusnya memiliki salinan dokumen hasil investigasi TPF sejak 26 Oktober 2016 meski dokumen aslinya hilang.

"Putusan tersebut bertentangan dengan fakta-fakta bahwa dokumen telah diserahkan kepada pemerintah secara resmi melalui mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada 24 Juni 2005. Yang bersangkutan juga telah menyerahkan salinan dokumen tersebut kepada Kementerian Sekretariat Negara pada 26 Oktober 2016," jelasnya.

Dia juga menyoroti pemeriksaan permohonan keberata. Sebab majelis hakim menurutnya hanya memanggil para pihak untuk mendengarkan pembacaan putusan.

Suciwati menyesalkan sikap diam Presiden Joko Widodo yang tidak menindak tegas jajarannya terkait dugaan penyembunyian dokumen hasil investigasi.

"Presiden Joko Widodo tidak berani mengambil tindakan atas masalah ini," tuturnya.

Suciwati menyimpulkan keputusan PTUN tak mengindahkan prinsip akuntabilitas HAM dan memberi kekebalan hukum bagi para pelanggar HAM. Putusan tersebut juga menunjukkan hukum di Indonesia yang disebut Suciwati di bawah intervensi.

"Putusan yang dihasilkan memberi kekebalan hukum bagi para pelaku pelanggaran HAM untuk terus menikmati kekuasaan politik. Hal ini mengindikasikan adanya masalah atas judiciary independency. PTUN tak bisa lepas dari tekanan politik dan atau kekuasaan," katanya.