JAKARTA -  Pyongyang dituding berada di balik peristiwa pembunuhan Kim Jong Nam, kakak pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.

Dua tersangka, termasuk Siti Aisyah, WNI asal Serang, Banten, ikut dituding sebagai agen Korut.

Tapi, benarkah Siti agen Korut? Bagi Pengamat intelijen Wawan Purwanto, tidak mudah untuk membuktikannya.

Wawan menjelaskan, seorang agen tergolong licin. Tidak bisa menyebut seseorang sebagai agen hanya dari latar belakang pendidikan, pekerjaan, ataupun riwayat perjalanannya.

Sebab, agen bisa berasal dari latar belakang apa pun. Mengorek pengakuan juga sulit, karena sudah pasti sang agen akan mengelak ketika tertangkap. Dia juga tidak akan meninggalkan dokumen apa pun terkait penugasannya.

“Malah kalau memungkinkan, biasanya sih bunuh diri dengan sianida,’’ ujarnya, kemarin (17/2).

Dalam kasus Aisyah, tindakan bunuh diri itu tidak terjadi. Sehingga, masih memungkinkan untuk mengorek keterangan apa pun dari mulutnya.

Hanya, dia memberi catatan bahwa untuk membuka kasus itu secara gamblang butuh waktu.

Menurut dia, polisi Diraja Malaysia sebaiknya melakukan scientific investigastion. Saat ini, masih ada empat orang laki-laki yang diduga juga terlibat.

Namun, kalau mereka terlanjur tercerai berai, menghapus jejak, maka metode tersebut juga bisa kedodoran.

’’Sehingga, kesimpulan secara hukum itu bisa-bisa dasarnya adalah (pengakuan) Aisyah, keyakinan hakim,’’ lanjut peneliti Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional (LKPN) itu.

Katakanlah benar Pyongyang merekrut Aisyah. Dalam operasi tertutup, pasti pihak yang menyuruh akan menggunakan siapa saja yang bisa dijadikan agen di depan untuk eksekusi. Yang terpenting, operasinya tersamarkan dan target kena.

Menurut pria 51 tahun itu, operasi menghilangkan nyawa bukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan seorang agen.

Yang sulit justru bagaimana agar pembunuhan itu tidak terdeteksi. Perlu kehati-hatian ekstra tinggi untuk menghapus semua jejak.

Nah, dalam kondisi tertentu, yang paling sulit adalah menghindari kamera pengawas. Kecuali bila sejak awal CCTV sudah diantisipasi.

’’Tapi ini kasusnya kan di tempat publik. kesalahannya adalah dia tidak meng-cover dirinya dengan wajah yang berbeda,’’ tutur peneliti kelahiran Kudus, Jateng itu.

Terbukti, salah satu hal yang menguatkan adalah kaus bertuliskan LOL yang dia kenakan. Kamera pengawas merupakan musuh utama dalam operasi semacam ini. Tidak sedikit operasi yang terbongkar karena bantuan CCTV.

Namun, beda lagi bila sistem yang digunakan adalah yang penting target terkena, dan menggunakan umpan orang asing untuk menjadi terdakwa bila ketahuan.

’’Di situ akan langsung selesai, dengan upaya pengingkaran dan yang penting yang tertangkap adalah agen dari negara lain,’’ jelas Doktor Universitas Padjajaran Bandung itu.

Bila skema itu yang berjalan, berarti memang ada yang dikorbankan sebagai ujung tombak. Yakni, tidak lain warga Vietnam yang tertangkap lebih dahulu, kemudian Aisyah.

Masih perlu dibuktikan apakah keduanya memang korban sistem tersebut, ataukah memang direkrut.

Penggunaan orang asing sebagai agen memang menguntungkan bagi pihak yang memanfaatkan. Status orang asing itu bisa dijadikan alibi oleh negara yang dituding bertanggung jawab.

Apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia? Menurut Wawan, cara terbaik adalah melindungi Aisyah, sebagaimana negara melindungi WNI lainnya yang bermasalah dengan hukum di negeri orang.

Pemerintah harus memberikan bantuan hukum, minimal berupa advokasi terhadap Aisyah. (jpnn)