JAKARTA - Pemerintah Myanmar mengaku telah memutuskan mengakhiri operasi militer di Negara Bagian Rakhine.

Operasi militer yang dikecam dunia internasional ini dijalankan Myanmar di Rakhine sejak empat bulan lalu, setelah terbunuhnya sembilan orang polisi di pos perbatasan itu.

''Situasi di Rakhine utara telah stabil. Operasi pembersihan yang dijalankan militer telah berhenti, jam malam telah dicabut dan hanya akan ada polisi yang beroperasi menjaga keamanan,'' ujar Penasehat Keamanan Nasional Thaung Tun dalam pernyataan yang disiarkan Kantor Penasihat Negara.

''Tidak ada pengecualian untuk pengerahan kekuatan, yang mengabaikan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kriminalitas. Kami akan tunjukkan kami siap menindak tegas jika terbukti ada pelanggaran,'' kata Thaung.

Dua pejabat senior dari Kantor Kepresidenan Myanmar dan Kementerian Informasi memberikan konfirmasi operasi di Rakhine utara telah berakhir. Tetapi, mereka mengatakan beberapa personil militer tetap ditempatkan di wilayah itu untuk menjaga perdamaian dan keamanan.

Militer Myanmar tidak segera memberikan tanggapan terkait keputusan ini. Militer dan polisi membentuk tim terpisah untuk menginvestigasi dugaan kejahatan usai Presiden Aung San Suu Kyi berjanji menyelidiki tuduhan PBB terkait kekerasan pada komunitas Muslim.

Operasi militer yang dijalankan di Rakhine memicu kecaman dunia internasional. Akibat operasi itu, sebanyak 69.000 jiwa etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh.

Pemerintah Myanmar di bawah kepemimpinan peraih Nobel Suu Kyi kerap mengeluarkan bantahan. Mereka menyebut operasi itu tidak melanggar hukum. ***