JAKARTA - Jika menengok Rencana Strategis Badan Pusat Statistik (BPS), lembaga yang beralamat di Jl Dr. Sutomo 6-8 Jakarta ini akan menggunakan Big Data mulai tahun 2015-2019. Wakil Ketua Forum Masyarakat Statistik (FMS), M Iksan pun mendukung implementasi Mobil Positioning Data (MPD) mulai tahun 2016, dengan dimulainya penghitungan wisatawan mancanegara di border area, yang belum dilengkapi dengan fasilitas kantor Imigrasi.

Langkah Ketua BPS Dr. Kecuk Suhariyanto pun makin panen pujian. Apa yang dikerjakan pria kelahiran Blitar yang pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik, pada Februari 2012 - September 2016 itu pun banyak diapresiasi. Rhenal Kasali, Guru Besar FE UI pun menyebut ini ide cerdas. Ketua GIPI – Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Didien Djunaedi dan Ketua ASITA Asnawi Bahar juga mengacungi dua jempol.

Kini giliran mantan Tim Ahli di Bidang Digital dan DNS Security Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Andi Budimansyah dan Mantan Menpora Roy Suryo, yang familiar dengan digital. Keduanya menyebut: pintar! "Kalau tak ingin ketinggalan dari negara maju lain, BPS memang harus start menggunakan Big Data dulu. Ini valid dan jelas karena dilihat dari kedatangan mereka via digital, terutama menggunakan handphone yang tiba ke Indonesia," ujar Andi yang juga Ketua Umum Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) itu.

Dia senang, ketika metode sensus dengan Big Data MPD ini sudah diterapkan BPS untuk menghitung jumlah wisatawan mancanegara di border area. Kawasan yang datang masuk melalui PLB – Pos Lintas Batas. Sehingga 19 kabupaten 46 kecamatan yang tidak ter-cover oleh TPI –Tempat Pemeriksaan Imigrasi- di wilayah terdepan RI itu bisa terrecord sempurna oleh Big Data MPD.

Pria yang juga alumni dari Computer Expert for Technical & Informatics di UPN Veteran Jakarta itu menjelaskan, hal ini sangat membantu BPS dalam mendapatkan data dan memang banyak dilakukan di negara maju.

"Itu terdeteksi hingga daerah, terlihat aktifitasnya, errornya minim, namun laporannya cepat. Datanya nanti bisa disiapkan untuk hal penting lainnya, karena skema pemantauannya dengan digital. Menurut saya ini lebih objektif," kata pria yang juga menangani pembuatan dan menjalankan website Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta website resmi lainnya pemerintah lain seperti DPR RI, MPR RI, Komisi II, Pansus Pemilu, Pansus Susunan dan Kedudukan DPR RI, serta membuat CD presentasi mengenai riset yang dilakukan IFES (International Foundations for Election System) dan tentang perempuan serta politik oleh pemerintah USA.

Andi mengatakan, saat ini semua wisatawan atau pelaku apapun akan terkoneksi dengan internet. Internet yang menjadi bagian digital akan mudah melihat karena orang yang datang ke Indonesia pasti menggunakan handphone atau gadget ke Indonesia. "Jika dia ON, langsung terekam datanya," kata Andy.

Penggunaan BIG Data MPD juga mendapatkan tanggapan dari Pakar Telematika Roy Suryo. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga itu menilai hal ini memang mau tidak mau dan harus dilakukan. "Selama itu hal yang sangat positif, tentu itu sangat setuju. Karena inilah derasnya era digital, semua harus siap menghadapi ini. Memang ini menyentuh hal privacy, namun kembali lagi jika BPS melakukan ini untuk menghitung, itu namanya tuntutan bergeraknya era digital," ujar Roy.

Seperti diketahui, BPS mensupport penggunaan Big Data (Mobile Positioning Data) oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Terutama dalam penghitungan data wisatawan mancanegara (wisman) bulan Januari hingga Desember 2016. "Bahkan di Amerika akan dilakukan hal lebih ekstrim untuk melihat siapa yang datang ke negaranya. Semua pengunjung yang ke Amerika, akan dimintakan nama akun sosial medianya, agar bisa terdeteksi, mereka memantau yang datang dengan cara seperti itu. Jadi memang cara seperti itu sudah tidak bisa dihindari, apalagi urusannya dengan Pariwisata," ujar dia. ***