JAKARTA - Bagaimana nasib pentolan grup musik Republik Cinta Management usai Ahok memenangkan Pilkada DKI Jakarta berdasarkan survei hitungan cepat (quick count)?

Pasalnya dia pernah berjanji akan meninggalkan Jakarta untuk pindah dan berdomisili ke luar daerah jika pasangan Ahok-Djarot menang dan membuat Ahok menjadi gubernur lagi.

"Kalau Ahok jadi gubernur lagi, saya pindah ke Bekasi ya, ya… atau ke Depok," kata Dhani di rumahnya di Jalan Pinang Emas VII, Jakarta Selatan seperti yang dikutip Kompas.com Selasa (9/8/2016).

Sementara itu di Bekasi pun terlihat berdasarkan hasil survei dari Jaringan Survei Indonesia (JSI) Ahmad Dhani dan pasangannya pun tidak mendapat tempat.

Lembaga survei dari JSI menyatakan bahwa calon pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin-Eka Supriatmadja, mengungguli empat pasangan calon lainnya dalam Pilkada Bekasi 2017.

Hasil quick count lembaga tersebut menunjukkan, pasangan nomor urut 5 ini memperoleh 42 persen suara.

Menurut survei JSI, pasangan Saduddin-Ahmad Dhani sementara memperoleh 25 persen suara, pasangan independen Obon Tabroni-Bambang Sumaryana dengan perolehan 15 persen.

Kemudian Meliana Kartika Kadir-Abdul Kholik sebesar 9 persen dan pasangan Iin Farihin-KH Mahmud sebesar 6 persen.

Supervisor JSI, Adiyaksa Norman mengatakan, kemenangan Neneng berdasarkan sampling terhadap 230 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 23 kecamatan di Kabupaten Bekasi.

Adapun metode yang digunakan adalah sampling random atau sampel acak. "Tingkat margin error atau kesalahannya plus minus 1 persen dalam penghitungan ini," kata Norman.

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Bekasi, Idham Kholik, enggan mengomentari soal pernyataan sebuah hasil quick count yang menyatakan pasangan Neneng Hasanah Yasin-Eka Supriatmadja mengungguli Pilkada Bekasi kali ini.

Menurut Idham, itu merupakan hak pasangan calon dan bukan menjadi tanggung jawabnya.

"Menggunakan quick count dari lembaga survei merupakan hak politik para calon sehingga kami tidak bisa melarangnya," kata Idham, Rabu (15/2/2017).

Meski demikian, Idham tidak memungkiri bahwa lembaga survei pada umumnya memiliki metodologi dalam mengumpulkan sebuah data.

Namun data yang dirilis mereka, lanjut Idham, merupakan tanggung jawab perusahaan tersebut.

"Kami KPUD tidak bisa bertanggung jawab terhadap hasil penghitungan cepat mereka," ungkapnya.

Hingga saat ini, lanjut Idham, lembaganya masih mengumpulkan formulir surat suara yang diisi oleh warga dari seluruh tempat pemungutan suara (TPS). Dia mencatat, ada 3.984 TPS yang tersebar di 23 kecamatan di Kabupaten Bekasi.

"Surat suaranya belum terkumpul semua, sehingga kami belum bisa merilis. Termasuk jumlah partisipasi masyarakat di wilayah setempat, kami belum bisa merilisnya," ujar Idham.

Sementara itu dalam pernyataannya yang ingin meninggalkan Jakarta sebagai tempat tinggalnya kalau Ahok jadi Gubernur lagi, alasannya karena Ahok selalu membuat gaduh.

Ia mengatakan, Jakarta di bawah Ahok jadi tidak terurus. Saat ditanya apa yang membuat Dhani begitu kesal dengan Ahok, ia menyebut nama Prabowo.

"Di Jakarta sebelum Amju (Aliansi Masyarakat Jakarta Utara) musuhi Ahok, Ahmad Dhani itu sudah duluan. Saya enggak suka sama Ahok (sejak) Mei 2014 saat Ahok menolak menjadi jurkam Prabowo. Dari situ saya mulai tahu dia kurang ajar nih. Dia diangkat jadi wakil gubernur dibiayai Gerindra, tiba-tiba ketika Prabowo jadi calon presiden dia menolak," kata Dhani.

Ketidaksukaan pada Ahok pun semakin membesar kala Dhani melihat banyaknya penggusuran dan relokasi. Untuk menjegal Ahok, kini Dhani membentuk Aliansi Masyarakat Jakarta Selatan (Amjas).

"Kami tidak menerima gubernur zalim, artinya tidak menerima kunjungan, kedatangan apa pun, dan (Amjas) akan dideklarasikan pada 15 Agustus nanti," ujarnya.

Dhani menyatakan bahwa Amjas tidak ada hubungannya dengan partai politik mana pun. Ia menjelaskan, Amjas hanyalah wadah untuk menggalang kekuatan masyarakat di Jakarta Selatan. ***