JAKARTA - Polri diharapkan bisa lebih profesional menuntaskan kasus kematian Nazaruddin. Dan semua penyidik yang terlibat dalam menangani kasus Nazaruddin tersebut perlu dinonaktifkan.

Hal itu diungkapkan Ketua Presidium IPW, Neta S Pane kepada GoNews.co, Rabu (15/2/2017) di Jakarta.

"Penyidik harus dinonaktifkan dari jabatannya agar proses kasus ini tidak masuk dalam ranah konflik kepentingan. Selain itu proses penanganannya perlu diawasi Tim Independen mengingat banyaknya kejanggalan dalam proses pengungkapan kasus kematian Nazaruddin," jelasnya.

Ind Police Watch (IPW) berharap Polri segera mengusut laporan Antasari maupun laporan SBY agar kasus kematian Nazaruddin terang benderang.

"Sehingga akan terungkap apakah ada unsur politis di balik kasus ini, apakah ada intervensi kekuasaan atau justru penyidik Polri yg tidak profesional," tukasnya.

Masih lanjut Neta, bagaimana pun apa yang diungkapkan Antasari dalam kasus terbunuhnya Nazaruddin menjadi isu baru yang harus diungkapkan polri.

"Sebab selama ini laporan Antasari soal hilangnya baju nazaruddin dan tentang sms palsu seperti tidak "digubris" Polri. Sehingga kasus ini tidak selesai secara tuntas dan terang benderang," tandasnya.

Untuk itu agar kasus ini tuntas semua penyidik yang terlibat dalam penanganan kasus Nazaruddin segera dinonaktifkan.

"Tujuannya agar kejanggalan-kejanggalan dalam kasus ini bisa diungkapkan. Antara lain, sebelum dibawa ke kantor polisi, orang-orang yang disebut sebagai eksekutor dibawa kemana. Apakah ada pihak lain yang terlibat membantu polisi saat menangkap orang-orang yang disebut dan siapa mereka," tandasnya.

Iapun menanyakan, kemana hilangnya baju Nazaruddin. Kemana sopir Nazaruddin yang menjadi saksi kunci kematian itu. Kemana Rani. "Kemana sepeda motor yang katanya digunakan dalam mengeksekusi Nazaruddin. Kejanggalan-kejanggalan ini perlu diungkap ulang," tegasnya.

IPW mengaku, mendukung 1000 persen kasus ini dibuka lagi. Tapi menurut Neta, apa mungkin Polri mau memproses kasus yang diungkap Antasari ini dengan tuntas.

"Ya kita taulah, mengingat para penyidik polri yang menangani kasus kematian Nazaruddin sudah menjadi pejabat tinggi di institusinya. Artinya, jika kasus Antasari ini mau dibuka lagi, Kapolda Metro Jaya Irjen N Iriawan harus dinonaktifkan dari jabatannya agar tidak terjadi konflik kepentingan, sebab saat itu iriawan lah sebagai direskrimum yang mempimpin penanganan kasus kematian Nazaruddin dan menangkap Antasari," bebernya.

Kunci jawaban dari apa yang dipaparkan Antasari itu kata dia, tentu ada di Irjen Iriawan dan Kapolda Metro Jaya saat itu serta Kapolri waktu itu.

Jika kasus ini hendak dibuka lagi, para petinggi Polri itu kata Neta, juga harus diperiksa. "Melihat semua itu tentu sangat mustahil untuk membuka kembali kasus kematian Nazarudin dan membuka apa yang diungkap Antasari," tukasnya lagi.

Resikonya kata Neta, jika polri tidak menuntaskan kasus ini secara transparan, Antasari harus siap-siap menghadapi laporan SBY dengan tuduhan fitnah, pencemaran nama baik dan pembunuhan karakter oleh mantan Presiden tersebut.

Sebagai mantan jaksa dan mantan ketua KPK menurut Neta, Antasari harusnya berpikir ulang untuk membuat tuduhan pada SBY. Karena pada dasarnya tuduhan itu akan sulit dibuktikan dan kuncinya ada di polri yang tentunya polri tidak akan mau memberikan kunci itu.

"Sementara orang-orang yang disebutkan Antasari tentu akan membantah semua ucapan mantan ketua KPK itu, karena tidak ada bukti yang menguatkan. Akibatnya Antasari akan terjepit sendiri karena akan dilaporkan SBY telah melakukan fitnah, pencemaran nama baiknya. Apalagi di sepanjang pemeriksaan baik di polri maupun di pengadilan, tidak pernah disebutkan kematian Nazaruddin dan penangkapan Antasari berkaitan dengan penangkapan Aulia pohan. Bahkan di pledoinya pun Antasari tidak pernah mengungkapkan hal ini," pungkasnya. ***