JAKARTA - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI, mengaku menghormati dan setuju dengan hak Angket DPR RI.

Namun FPKB meminta tiga syarat yang tidak hanya membahas soal Ahok. Hal itu diungkapkan Anggota DPR RI dari fraksi PKB dari daerah pemilihan Riau, Lukman Eddy.

"Ya kita hormatilah teman-teman yang mengajukan hak angket itu, secara prinsipil itu bagian dari persoalan Pilkada, harus kita perbaiki agar tidak terjadi lagi di masa mendatang," ungkap Lukman Eddy kepada GoNews.co, Senin (13/2/2017) di Jakarta.

Tapi secara pribadi kata dia, ia menganggap hal itu tidak komprehensif usulan angketnya. "Kita ingin yang lebih komprehensif. Kalau ada niat ingin memperbaiki Pilkada secara menyeluruh, maka persoalan harus jadi satu paket untuk diangket, karena kita melihat sudah tidak cukup lagi fungsi pengawasan untuk mengawasi persoalan-persoalan yang begitu banyak di pilkada 2017 ini," ungkapnya.

Menurutnya, dirinya juga sudah melakukan komunikasi dengan beberapa partai pengusul. "Sudah dong, konsepnya sudah diajukan ke kita, dan kita bilang kalau hanya soal Ahok kita nggak mau. Kita mau 3 persoalan sekaligus," tukasnya.

Menurut UU MD3, asalkan sudah ada 25 orang mengajukan angket dengan didukung sekurang-kurangnya 2 fraksi, maka menurutnya harus dibuat pansusnya.

Namun dirinya menegaskan, bahwa PKB tetap minta tiga paket tidak hanya soal Ahok.

"Meskipun ada rumor bukan hanya soal Ahok aja, tapi di Draft yang kita terima masih itu saja. Kita maunya, satu soal Ahok, dua soal kisruh KPU terhadap 18 kabupaten/kota, dan yang ketiga soal E-ktp," paparnya.

"Makanya kalau hak angket ini jalan, maka KPU juga diangket, itu publik akan tahu kredibilitas KPU sekarang, itu yang PKB ingin buka," tukasnya.

Diakui Lukman Eddy, Ahok memang nyata melanggar UU pemda, pasal 83 ayat 2. Soal KPU juga melanggar UU, karena KPU telah menerima pencalonan orang yang bukan direkomendasikan ketua umum atau sekjen, yang diusung oleh partai.

"Dan ini aneh, tidak ditandatangani oleh ketua umum atau sekjen partai, itu kan ada di UU Pilkada. Yang ketiga soal e-ktp juga kita anggap melanggar UU. Ketika kita ke bea cukai kita tidak diberi akses. Udah gitu perintah UU pemilih harus memiliki e-ktp, tapi pemerintah sampai sekarang tidak menyelesaikan masalah tentang e-ktp," ujarnya.

Persoalan ini lanjut dia, bukan soal tender (pembuatan) e-ktp, tapi soal e-ktp digunakan untuk syarat sebagai daftar pemilih. "Ya kalau e-ktp nggak selesai sampai dengan Februari, berarti pemerintah kan lalai, nggak ada peluang didalam UU ini untuk mengganti identitas lain," pungkasnya. ***