JAKARTA - Menyikapi keresahan publik terkait kembalinya Basuki Tjahaja Purnama aliasn Ahok menjabat Gubernur DKI Jakarta setalah cuti Pilkada, para anggota DPR bergerak cepat. Kini, politisi Senayan tengah menyiapkan instrumen yang diperlukan untuk menggulirkan Hak Angket penonaktifan Ahok atau "Hak Angket Ahok". "Kami sedang mempelajari dan menyiapkan instrumen yang diperlukan. Kami sudah menangkap keresahan publik, seolah ada pengistimewaan hukum yang diberikan kepada Ahok," kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Habib Aboe Bakar Al-Habsy di Jakarta, Senin (13/2/2017).

Hal itu, kata dia, merujuk pada perlakuan penegak hukum yang juga terkesan tidak wajar saat kasus penistaan Agama menimpa Ahok.

"Masyarakat menganggap susah sekali orang ini (Ahok) menjadi tersangka. Setelah ada demo besar (Aksi 411) baru ditersangkakan, meskipun tidak ditahan," ungkapnya.

Menurut Habib, dalam kasus penistaan agama tersebut dinilai publik berbeda sama sekali dengan semua kasus penistaan yang terjadi di Indonesia.

"Nah, sekarang saat sudah menjadi terdakwa jua tidak dinonaktifkan, sebagaimana kepala daerah lain yang menjadi terdakwa," katanya.

Padahal, kata anggota Komisi III ini, ada lima contoh kepala daerah yang dinonaktifkan ketika kepala daerah menyandang status terdakwa.

"Misalkan saja Walikota Probolinggo HM Suhadak diberhentikan, atau Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi pada Rabu 30 November 2016 setelah BNN menetapkannya sebagai tersangka. Kemudian Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho juga diberhentikan sementara karena tersangkut kasus penyuapan," beber dia.

Demikian juga Ratu Atut Chosiyah diberhentikan sementara oleh Mendagri setelah menjadi terdakwa kasus penyuapan terhadap mantan Ketua MK, Akil Mochtar.

"Nah, dengan tidak dinonaktifkannya Ahok ini, akhirnya masyarkat menilai orang ini betul-betul kebal hukum dan diistimewakan," katanya.