JAKARTA - Bea Cukai bersama Ditjen Pajak, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil), dan Kepolisian RI memberi keterangan resmi terkait impor Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari Kamboja dalam konferensi pers yang digelar pada hari Jumat (10/02) di Kantor Pusat Bea Cukai.

Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi, mengungkapkan kasus ini berawal dari temuan petugas Bea Cukai Soekarno Hatta, Jumat (03/02), atas paket kiriman yang dibawa melalui perusahaan jasa titipan Fedex seberat 560 gram, yang dalam lnvoicenya tertulis satu kilogram, berupa 36 lembar KTP, 32 lembar kartu NPWP, satu buku tabungan, serta satu buah kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Sebagaimana prosedur, bentuk profesionalisme dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai community protector, Bea Cukai melakukan pemeriksaan terhadap barang tersebut menggunakan alat bantu x-ray.

Heru juga menjelaskan, sesuai dengan prosedur, petugas lapangan melakukan pemeriksaan rutin atas seluruh (100%) barang-barang yang dikirim melalui Perusahaan Jasa Titipan (PJT) termasuk yang lewat Fedex. Pemeriksaan dilakukan baik atas dokumen maupun fisik barang melalui x-ray.

"Jadi petugas Bea Cukai mencocokkan antara dokumen dengan image yang dihasilkan dari x-ray. Kalau ada yang mencurigakan, sesuai dengan prosedur, petugas akan membuka paket tersebut dengan disaksikan petugas Fedex," jelasnya.

Lebih lanjut Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno Hatta, Erwin Situmorang mengatakan, pemeriksaan fisik setelah x-ray dilakukan berdasarkan tiga pertimbangan yaitu image hasil xray, negara asal paket, dan uraian barang dalam invoice yaitu ID card. Berdasarkan profil yang dimiliki oleh Bea Cukai dan pengalaman selama ini, impor dari negara tertentu rawan pelanggaran terutama narkotika, dan sebelumnya Bea Cukai juga pernah menahan sejenis ID card dalam bentuk kartu kredit.

"Khusus temuan KTP ini, kami tengah berkoordinasi secara intensif untuk mengetahui motif dari pengiriman barang tersebut. Kalau melihat ada KTP, NPWP, Buku Tabungan, dan Kartu ATM, bisa jadi pengiriman paket ini terkait dengan kejahatan ekonomi misalnya kejahatan siber, kejahatan perbankan, judi online, narkoba, prostitusi, dan pencucian uang," ujar Heru.

Seperti diketahui, hasil kejahatan di atas memerlukan tempat atau rekening penampungan dan untuk membuat rekening seseorang memerlukan KTP dan NPWP.

Untuk menindaklanjuti kasus impor KTP dan NPWP tersebut, saat ini Bea Cukai sedang melakukan pendalaman kasus bersama-sama dengan Ditjen Pajak, Ditjen Dukcapil, dan Kepolisian Rl.

Ditjen Dukcapil juga telah melakukan pengecekan KTP elektronik tersebut untuk membuktikan keabsahan dokumen dengan menggunakan dua i trumen yaitu alat baca KTP

(card reader), dan pengecekan NIK ke dalam database kependudukan. "Setelah kita cek ternyata 36 KTP tersebut adalah palsu, yaitu data dalam fisik KTP tidak sama dengan data yang ada dalam chip," ujar Direktur Pendaftaran Penduduk, Ditjen Dukcapil, Drajat Wisnu Setiawan.

Terkait kartu NPWP, Ditjen Pajak juga telah melakukan penelitian terhadap keabsahan NPWP berdasarkan master file wajib pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas), Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, "Setelah kita cek ternyata dari 32 kartu NPWP, sebanyak 30 NPWP valid, dan 2 NPWP tidak valid," tukasnya.

NPWP valid berarti nama dan nomor pada kartu tersebut sesuai dengan nama dan nomor yang terdaftar di kantor pajak. "Dari temuan ini Ditjen Pajak juga akan mendalami data perpajakannya, misalnya SPT Tahunan wajib pajak tersebut," ungkap Hestu.

Lebih lanjut Hestu mengungkapkan, bahwa kasus ini menunjukkan pentingnya memperkuat sinergi antar kelembagaan dalam bentuk mengintegrasikan data-data yang terdapat di berbagai lembaga, termasuk bermacam-macam nomor identitas yang berlaku selama ini ada menjadi semacam identitas tunggal.

Tidak berhenti sampai di sini, Bea Cukai, Pajak, dan Dukcapil akan melakukan investigasi lanjutan dengan melibatkan Kepolisian Rl dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas seluruh pihak-pihak yang terkait penyalahgunaan KTP dan NPWP tersebut, termasuk transaksi keuangannya.

Terkait pelaksanaan Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2017, untuk mengantisipasi isu kemungkinan penggunaan KTP palsu, Drajat menambahkan, "Apabila ada petugas TPS meragukan keabsahan KTP pemilih, dapat melakukan pengecekan keabsahan KTP tersebut melalui kantor dinas Dukcapil setempat sebelum mengizinkan pemiliknya menggunakan hak pilih.“

"Cara lainnya yang lebih cepat yaitu petugas TPS dapat memfoto KTP dan mengirimkannya ke nomor whatsapp layanan pengaduan Dinas Dukcapil setempat. Pengecekan ini hanya butuh waktu sekitar 2 menit. Jajaran KPU di daerah yang menggelar Pilkada akan terus berkoordinasi dengan Dinas Dukcapil setempat," pungkas Drajat. ***