JAKARTA - Langka polisi melakukan pendataan terhadap kiai di Jawa Timur (Jatim) telah meresahkan kalangan kiai/ulama dan umat Islam. Belum lagi reda keresahan tersebut, pendataan ulama dilakukan pula oleh polisi di DKI Jakarta.

''Selasa (7/2) lalu,  kantor MUI Provinsi DKI Jakarta yang berlokasi di Kompleks Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre) didatangi oleh dua orang polisi dari Polres Jakarta Utara. Tujuan kedatangan dua polisi ini untuk melakukan pendataan terhadap ulama, yang ada dan atau berkantor di MUI Provinsi DKI Jakarta,'' demikian dikatakan Sekretaris Umum MUI Provinsi DKI Jakarta KH Zulfa Mustofa dalam surat elektroniknya kepada Republika.

Menurut Kiai Zulfa, meski pendataan ini memiliki tujuan untuk meningkatkan sinergi antara Polri dengan ulama, tetapi sudah menimbulkan keresahan di kalangan ulama. Penyebabnya, Polri tidak memiliki kapasitas untuk mendata ulama. Lembaga yang berhak mendata ulama adalah Kementerian Agama.

Alasan berikutnya, kata Kiai Zulfa, waktu pendataan kurang pas. Panasnya suhu politik saat ini dinilai tidak tepat untuk melakukan pendataan ulama. 

Apa yang Dikhawatirkan?

Sebelumnya, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Kiai An’im Falahuddin Mahrus mempertanyakan langkah kepolisian mendata ulama.

"Kita ingin penjelasan dari pemerintah apa yang dikhawatirkan negara, kok ulama harus didata dan khatib harus distandardisasi," kata pria yang akrab disapa Gus An'im saat dihubungi Republika, Rabu (8/2).

Pertama, Gus An'im mengatakan, para ulama menginginkan adanya konfirmasi secara jelas apa tujuan pendataan itu. Kedua, Ia menilai, pendataan momennya kurang tepat saat ada gerakan umat Islam di Jakarta. ''Saya khawatir ini dihubung-hubungkan,'' ujar dia.

Ketiga, menurutnya, para ulama belum bisa melupakan rasanya pemerintahan di zaman Orde Baru. Gus An'im beranggapan, ada cara lebih halus apabila pemerintah dan kepolisian menginginkan adanya data ulama. Ia mengatakan, kepolisian dapat meminta data pada Kantor Kementerian Agama di masing-masing daerah.

Ia meyakini, masing-masing Kantor Kementerian Agama mempunyai data itu. ''Ada apa di negeri ini. Apakah ada ancaman, kok sejauh ini pemerintah melangkah,'' tanya Gus An'im.

Ia mengingatkan, pemerintah telah memiliki regulasi terorisme dan ujaran kebencian. Ia mengusulkan, sebaiknya pemerintah dan kepolisian mensosialisasikan dahulu regulasi tersebut. ''Sosialisasikan saja. Dikuatkan dulu, banyak yang belum tahu UU itu,'' ucapnya.***