JAKARTA - Samantha Nixon (36) tak menyangka sakit kepala dan nyeri punggung yang dialaminya disebabkan kanker paru stadium 4. Pada Maret 2012, Samantha mengeluh sakit kepala hebat dan ia disebut mengalami migrain yang dipengaruhi sinusnya. Sayang, obat anti-nyeri yang diberi dokter tak bekerja. Di bulan Agustus, nyeri punggung juga dialaminya. Dokter pun meresepkan relaksan otot.

Suatu hari, Samantha mengalami batuk berdarah. Nah, ketika berkunjung ke rumah orang tuanya, kondisi Samantha drop hingga dia dilarikan ke RS. Hasil pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) menunjukkan ada tumor di otaknya.

"Saat itu saya hanya ingin melihat anak saya karena saya takut tidak akan bisa melihatnya lagi. Karena terjadi pembengkakan di otak, dilakukanlah operasi darurat," tutur Samantha kepada Women's Health.

Pasca operasi, ahli bedah saraf mengatakan pada Samantha bahwa tumor di otaknya diakibatkan sel kanker di paru-parunya yang sudah menyebar. Saat itu pula, Samantha didiagnosis kanker paru stadium 4 dan disebut hanya memiliki waktu 12 sampai 18 bulan untuk hidup.

"Nyeri punggung saya ternyata efek dari kanker paru primer saya. Saat itu saya sempat putus asa tapi perkataan asisten bedah saraf membuat saya semangat bahwa jangan dengarkan statistik yang berangkat dari data rata-rata pasien kanker karena itu bukan data diri saya," tambah ibu satu anak berusia 7 tahun ini.

Setelah dirujuk ke MD Anderson Cancer Center, diketahui bahwa Samantha memiliki mutasi EGFR. Kondisi ini mempermudah pengobatan yang dilakukan. Meskipun, Samantha juga harus menjalani kemoterapi dan terapi lainnya.

Samantha menekankan pentingnya dukungan bagi kesembuhannya. Bahkan, putrinya selama 2 tahun sempat tidur dengannya dengan alasan sang putri takut jika sewaktu-waktu ibunya meninggal.

"Bahkan saya mengajari dia cara menghubungi 911. Ya, sebagai antisipasi. September lalu, pemeriksaan menunjukkan saya masih memiliki 2 tumor dan bintil di paru-paru tapi tidak berpotensi kanker," kata wanita yang kini sudah kembali menemukan pasangan hidupnya itu.

Lewat apa yang dialaminya, Samantha ingin berbagi inspirasi untuk tidak malu ketika didiagnosis kanker paru. Terlebih, penyakit itu kerap dikaitkan dengan perokok dan orang lanjut usia.

"Percayalah diagnosis, bukan prognosis. Dengan berbagi cerita, saya ingin mendorong orang lain untuk bisa menyuarakan kondisinya. Sebab, kanker paru bisa disembuhkan dan semua orang berhak mendapatkannya," pungkas Samantha.***