SURABAYA - Kota Surabaya tampaknya benar-benar mengalami krisis lahan makam. Di makam Ngagel, misalnya, satu liang yang dulu hanya diisi tiga atau empat jenazah kini berisi sebelas jenazah.

Tempat Pemakaman Umum (TPU) Ngagel memang sangat padat. Letak satu kuburan dengan yang lain sudah tidak memiliki jarak.

Tidak ada jalan khusus untuk menjangkau lokasi makam di tengah-tengah. Keluarga yang berziarah pun harus berhati-hati melangkah.

Petugas makam Ngagel Sandi Saputra mengungkapkan, selama ini jenazah baru ditumpangkan ke makam yang sudah ada.

Rata-rata satu liang berisi tiga jenazah. Namun, ada juga makam yang diisi 11 jenazah. Tetapi, sistem tumpuk itu tidak asal-asalan. Sudah ada izin dari keluarga.

''Ada surat dari ahli warisnya,'' ujar Sandi, seperti diberitakan jpnn.com.

Untuk makam yang diisi lebih dari satu jenazah, biasanya ukuran liangnya lebih besar.

Lebarnya sekitar 90 cm dan tinggi makam bisa mencapai 1 meter. Di batu nisan tertera daftar nama jenazah.

Petugas makam meletakkan dua jenazah berjejeran. Setelah itu, baru ditumpuk dua jenazah lagi di atasnya.

Kadang belum satu meter jenazah lama sudah terlihat. Bila mendapati kondisi seperti itu, petugas lantas menghubungi keluarga.

Petugas menyarankan jenazah yang lama dipindahkan sementara untuk memperdalam makam. Namun, kebanyakan keluarga menolak jenazah dipindah.

''Mau tidak mau jenazah dikubur tidak begitu dalam,'' terangnya.

Untuk memperlebar kawasan pemakaman, pemkot membongkar delapan bangunan.

Tempat itu sebelumnya digunakan sebagai rumah dinas bagi petugas makam. Penghuni rumah dipindahkan ke rumah susun di Sememi.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengakui, Surabaya kekurangan makam. Selain di Ngagel, pemkot menertibkan bangunan liar yang berdiri di sejumlah makam.

Misalnya, makam Rangkah, Asem Jajar, dan Tembok. ''Dulu yang di Asemrowo itu penuh rumah. Sekarang bersih. Lumayan, pemkot bisa dapat lahan untuk makam,'' katanya. (jpnn)