MEDAN - Dinas Kesehatan Kota Medan membantah kondisi gizi buruk yang terjadi di kota ini sebagaimana yang diungkapkan anggota Komisi E DPRD Sumut, Nezar Djoeli bahwa Kota Medan peringkat 2 gizi buruk di Sumut. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Usma Polita Nasution MKes, Senin (6/2/2017), mensinyalir, adanya kemungkinan data yang tidak valid dalam penentuan jumlah kasus tersebut.

"Dari data pemberitaan sebelumnya, Medan nomor dua gizi buruk se-Sumatera Utara mungkin datanya tidak valid. Tetapi yang penting bagaimana kita menangani pasien gizi buruk atau gizi kurang ke depannya," katanya.

Ia menyebutkan, suatu kota dinyatakan penduduknya bergizi buruk jika sudah mencapai 3,6 persen di ambang batas endemis. Menurutnya, data perlu dikaji ulang. Banyak faktor penyebab gizi buruk. Kasus seperti ini, umumnya bisa ditangani di Pos Pelayanan Gizi (PPG) yang tersebar di 11 puskesmas Kota Medan.

"Kalau memang gizi buruk, kita berikan tambahan makanan yang ada. Orangtua juga diberi santunan dan Dinkes sudah melakukan ini. Sekarang kalau dikatakan Medan ranking kedua se-Sumut, ini perlu dilihat tahun berapa," bantahnya.

Sebagai upaya penanggulangan, pihaknya segera membentuk tim buru sergap (buser) gizi buruk.

Tim ini rencananya melibatkan institusi pendidikan (fakultas kedokteran dan kesehatan masyarakat). Mereka yang akan menjaring kader di setiap kelurahan. Dengan ini, dinkes akan mendapat data valid untuk gizi buruk dan gizi kurang.

"Gizi buruk memang tanggung jawab dinkes. Tetapi kita berkolaborasi dengan Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan untuk menangani kasus ini agar benar-benar selesai faktor penyebabnya," bebernya.

Misalnya, bagaimana kondisi ekonominya setelah dinas terkait membantu asupan gizi anak, kemudian kelanjutan orangtua memenuhi makanan anaknya. Selama ini, pihaknya membantu dengan memenuhi kebutuhan pokok, misalnya beras.

"Bantuan tanbahan makanan yang diberikan akan dimonitoring. Kita perhatikan apakah yang diperhatikan anak gizi buruknya saja atau ekonomi keluarga secara komperhensif. Dengan pola pikir keluarga yang belum teredukasi akan kita berikan pemahaman," jelasnya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR), Dr Ir Dwi Listyawardani MSc Dip Com menyatakan, sebanyak 30 persen bayi dari 4,5 juta hingga lima juta kelahiran per tahun di Indonesia menderita gizi buruk (stunting). Kondisi ini disebabkan kurangnya perawatan bayi selama ibu dalam masa kehamilan.

Banyak faktor penyebab gizi buruk. Umumnya disebabkan karena ibunya terlalu muda untuk hamil. Ia menuturkan, perempuan yang hamil terlalu muda masih dalam tahap tumbuh kembang hingga usia 21 tahun.

Dalam masa tumbuh kembang, lanjutnya, wanita hamil harus mengkonsumsi banyak nutrisi. Karena ibu dan bayi memerlukan banyak asupan makanan bergizi. 

"Ibu-ibu muda sering tidak memperhatikan asupan makanannya. Padahal ibu hamil harus cukup gizi. Inilah mengakibatkan bayi gizi buruk," katanya.

Ia mengatakan, 30 persen bayi stunting sangat berdampak bagi Indonesia. Generasi ini akan memiliki masa depan suram karena kondisi kesehatan dan kecerdasannya tidak berkembang optimal.

"Kami berupaya tidak akan ada lagi perempuan hamil di bawah usia 21 tahun dengan membentuk program Generasi Berencana (Genre). Tujuannya mengedukasi para remaja dan wanita pentingnya kesehatan reproduksi dan KB," tandasnya.