MEDAN - Banyak kalangan yang mempertanyakan aspek yang menjadi dasar acuan penilaian sebuah kota layak atau tidak mendapatkan penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN). Sebab, penghargaan WTN yang diraih Kota Medan dinilai tidak pantas. Mengingat lalu lintas di Kota Medan masih semrawut.   “Saya tidak melihat dari penilaian tidak benar. Tapi ada aspek penilaian yang tidak tepat,” kata Sekretaris Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Padian Adi Siregar kepada Go Sumut, Jumat (3/2/2017).

  Kota Medan, menurut Padian, masih harus membenahi masalah lalu lintas. Mulai dari kesemrawutan volume kendaraan, hingga marka jalan yang belum menjadi rujukan tertib berlalu lintas. Kalau memang benar Medan mendapatkan WTN, seharusnya Pemko Medan transparan dalam memaparkan aspek penilaiannya dari sudut pandang siapa dan penilaian itu dilakukan di jalan mana.

“Pemerintah kota belum menunjukkan political will yang memberikan kontribusi positif perihal lalu lintas di Kota ini. Infrastruktur tentang ketertiban juga dipandang cuek oleh masyarakat. Penilaian WTN hanya secara parsial saja dan tidak di jalan protokol utama yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, dan memutuskan memberikan penghargaan Piala Wahana Tata Nugraha,” tandasnya.

Idealnya, lanjut Padian, Kementerian Perhubungan harus menilai jalan utama Kota Medan, sehingga penilaiannya dianggap lebih objektif dan bukan sebaliknya mendapat pertentangan dari warga kota serta mencurigai ada yang tidak beres dengan WTN yang diterima Walikota Medan.

Apa yang disampaikan Padian Adi, tak jauh berbeda dengan pengakuan salah seorang warga Kota Medan, Rully Harahap. Dia menyampaikan penghargaan WTN yang diterima Kota Medan sah-sah saja.

“Hanya saja, kita selaku warga Kota Medan paling tidak mengetahui dari aspek mana saja penilaian yang diberikan sehingga Kota Medan layak menerima penghargaan WTN tersebut,” tegasnya.