JAKARTA - Pengacara hakim konstitusi Patrialis Akbar, Dorel Armil menyebut Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terkesan dipaksakan. Hal itu berkaitan dengan tidak adanya bukti yang ditemukan saat mengamankan kliennya itu pada Rabu (25/1) kemarin.

"Tidak ditemukan barang bukti di tangan Pak Patrialis, berarti kan belum sampai artinya. Beliau merasa dizalimi di situ. Ini kan bukan OTT, jadi OTT yang dipaksakan," kata Armil seperti diberitakan detikcom, Rabu (1/2/2017).

Terkait jawaban KPK yang menyebut OTT tersebut terjadi dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, Armil juga mempertanyakannya. Dia menyebut belum ada bukti uang, meskipun draf putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ditemukan saat KPK mengamankan Kamaludin di Lapangan Golf Rawamangun.

"Kalaupun seandainya benar draf itu sampai, tapi kan atas penerimaan draf itu yang SGD 200 ribu kan masih belum sampai. Dimana OTT-nya sesaat telah terjadinya? Kalau sesaat setelah terjadinya harusnya kan di tangannya si pelaku. Kita masih mempertanyakan terkait OTT. Menurut kami ini perlu dikritisi OTT yang dipaksakan, makanya Pak Patrialis merasa ya itu ada penzaliman di situ," jelasnya.

Dalam kasus ini, KPK memang tidak menunjukkan uang hasil transaksi Patrialis dengan Basuki saat konferensi pers. Namun, KPK berkeyakinan OTT yang dilakukan terhadap Patrialis sudah sesuai dengan KUHAP Pasal 1 angka 19 yang di dalamnya dijelaskan empat kondisi terkait operasi tangkap tangan.

Pasal 1 angka 19 KUHAP berbunyi: 'Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.'

Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah menyebut kalau KPK merujuk pada kalimat 'sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan' pada pasal itu. Menurut Febri, hal itulah yang menjadi dasar KPK untuk menangkap Patrialis. Dia juga menyebut dalam OTT tidak harus selalu melibatkan penemuan uang di lokasi OTT.

"Jadi perlu dipahami bahwa operasi tangkap tangan tidak selalu melibatkan atau menemukan uang di lokasi di OTT tersebut, karena indikasi penerimaan sebenarnya sudah terjadi sebelumnya, sekitar USD 20 ribu. Jadi sebelum Januari ini sudah ada indikasi penerimaan yang diterima hakim MK PAK ini. Jadi itulah rangkaian-rangkaian perbuatan sampai akhirnya ada transaksi yang kita duga terjadi di hari Rabu pagi di lapangan golf Rawamangun tersebut," kata Febri.

Patrialis telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dia diduga menerima hadiah atau janji senilai USD 20 ribu dan SGD 200 ribu dari bos CV Sumber Laut Perkasa (SLP), Basuki Hariman yang juga ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, KPK Kamaludin dan Ng Feni sebagai tersangka dalam kasus ini.(dtc)