BANDUNG - Atlet paralimpik Kota Bandung mengapresiasi ketersediaan akses khusus bagi difabel di GOR Bandung, Jalan Jakarta, Kota Bandung, yang hampir rampung direnovasi.

Namun, mereka menilai masih ada beberapa bagian yang harus diperbaiki agar salah satu sarana olah raga kebanggan Kota Kembang itu semakin ramah difabel.

Wakil Ketua Bidang Organisasi NPC Kota Bandung Jumono mengatakan, akses masuk GOR Bandung dari gerbang utama menuju arena pertandingan sudah cukup baik.

"Tadi dari awal masuk sampai lapangan sudah ada ram untuk kursi roda," ujar pria yang juga merupakan atlet paralimpik yang turun di cabor bola voli duduk pada Peparnas XV 2016 lalu itu.

Akses serupa juga sebenarnya sudah disediakan di bagian tribun penonton. Dengan begitu para difabel yang ingin menonton pertandingan pun bisa masuk dengan kursi roda yang mereka gunakan.

Meskipun demikian, Jumono menilai kemiringan akses kursi roda di tribun penonton masih terlalu curam. Oleh karena itu, seorang penyandang tuna daksa yang menggunakan kursi roda tetap membutuhkan bantuan pendamping untuk melintasi akses tersebut.

Jumono berharap, kemiringan ram bisa dibuat lebih landai. Dengan begitu, para pengguna kursi roda pun bisa leluasa keluar masuk tribun penonton secara mandiri tanpa resiko bahaya.

Selain itu, pintu toilet juga masih terlalu kecil. Meski bisa dilalui dua orang normal yang berpapasan, pintu tersebut masih belum memungkinkan kursi roda untuk keluar masuk toilet.

Secara keseluruhan, Jumono tetap mengapresiasi Pemkot Bandung yang kini sudah membuat GOR Bandung bisa diakses semua kalangan. Namun perbaikan di beberapa bagian perlu dilakukan agar atlet paralimpik dan kaum difabel secara keseluruhan juga semakin merasa tak lagi ada diskriminasi.

Sementara itu Ketua Forum Komunikasi Disabilitas Kota Bandung Aden Ahmad mengatakan, syarat fasilitas publik yang ramah difabel adalah yang memiliki akses yang aman dan nyaman. "Artinya akses tersebut harus bisa dilalui sendiri oleh penyandang disabilitas tanpa bantuan orang lain dan tidak melelahkan," ujarnya.

Menurut Aden, standar aksesibilitas di fasilitas umum sebenarnya sudah ada di peraturan Kementerian Pekerjaan Umum. Oleh karena itu, pemerintah daerah dan kontraktor pelaksana sebenarnya tinggal mengimplementasikannya di lapangan.

Dalam aturan itu, kata Aden, sudah diatur sedemikian rupa persyaratan teknis yang harus dipenuhi. Selain ketersediaan di semua bagian penting, akses difabel juga sudah ditentukan lebar dan kemiringannya.

Menurut Aden, kemiringan ram kursi roda di bagian tribun penonton masih di atas 7 derajat. Hal itu membuat pengguna kursi roda harus mengeluarkan tenaga berlebih. Hal itu jelas sangat melelahkan bagi mereka, apalagi bagi atlet yang akan bertanding.

"Kasihan atlet kalau harus berpeluh dulu melalui akses ini, padahal mereka harus bertanding," katanya.***