MEDAN - Tidak ada yang punya rencana tentang pengorbitan Habib dalam pentas politik yang semakin menguat ini, sebagaimana halnya tak seorang pun yang mampu membayangkan berapa orangkah yang akan hadir pada Aksi Bela Islam I, II dan III sebelum akhirnya semua takjub menyaksikan banyaknya manusia.

Demikan dikatakan Pengamat Sosial Politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar menjawab pertanyaan GoSumut terkait Habib Rizieq, Kamis, (2/2/2017).


Shohib melanjutkan, ada yang datang dengan moda angkutan udara, laut dan darat, tetapi ada juga yang menempuh jarak cukup jauh dengan berjalan kaki. Khusus untuk 212, tantangan diperberat lagi oleh beragam intimidasi, "bahkan perusahaan angkutan darat ada yang dilarang melakukan pengangkutan. Usai 212 pun ada pimpinan perusahaan angkutan yang dipanggil Kepolisian," lanjutnya.

Menirukan Habib Rizieq, Shohib berkata, bukan ulama dan juga bukan habaib dan bukan ormas mana pun yang mengorganisasikan massa sebanyak itu. "Ini isyaratun Ilahiyyah saja," katanya tirukan perkataan Habib.

Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara (LHKP - PWMSU), ini menjelaskan, di Monas, kalau tidak salah, bukan Habib Rizieq yang semula diagendakan untuk khotib, tetapi setelah Ma'ruf Amin berhalangan dan penggantinya dari Muhammadiyah Yunahar Ilyas last minutes dinyatakan berhalangan pula secara gamblang diketahui tak ada yang mendesign Habib Riziq beroleh kesempatan emas mengekspresikan lugas dan tegas sikap Islam Indonesia. Harus ada alasan yang kuat mengapa khotib yang dijadwalkan tidak hadir begitupun Yunahar Ilyas. Anda bisa menebak alasannya bukan?

"Saya tidak tahu apakah khotib selain Rizieq akan mampu berkhutbah seberani, selugas dan seteliti Rizieq tunjukkan dalam khutbahnya.
Siapa pula mendesign agar Presiden dan Wapres yang diikuti sejumlah menteri hadir menjadi makmum di Monas sedangkan pihak tertentu sebelumnya menegaskan jumatan di Monas itu tidak sah," jelas Shohib sembari mengatakan kita tahu perbedaan ibadah tulus dan ibadah politis, dan Presiden anda ada pada tarik-menarik dua motif itu.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD - IMM) Sumut priode 1986 - 1988 ini menerangkan, dari semua kejadian itu kelihatan tidak ada otoritas siapa pun yang akan mampu menjelaskan ke depan bagaimana akhir dari dikhotomi memanas Islam dan negara yang dipihaki orang-orang yang Anda sendiri sudah tahu yang berharap umat Islam dipukul habis di Indonesia.

"Anda tentu tahu dari berbagai pertimbangan bahwa dunia melihat umat Islam Indonesia begitu penting di Asia dan dunia, menyebabkannya menjadi pusat perhatian termasuk untuk dipusingkan perkembangannya yang mendorong para musuh melakukan hal-hal buruk tidak terkecuali dalam hal war on terrorism yang jahat itu," terangnya.

Dalam kesempatan ini, koordintor umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya ('nBasis) ini mempertegas sikpanya. Emang siapa sih Bung Karno? Kebutuhan sejarah Indonesialah yang melahirkannya sebagai tokoh pemersatu bersama Hatta. Bukan rangkaian latihan pidatonya yang berapi-api di rumah Tjokroaminoto.

"Ulama mana yang akan mengajukan keberatan atas proses legitimasi atas Habib sebagai imam besar umat Islam, kira-kira samalah itu dengan kelompok-kelompok yang kini terasa didorong-dorong guna mengadukan kepada pihak kepolisian untuk tuduhan sumir penistaan agama agar Habib Rizieq masuk bui. Mereka juga sama dengan orang-orang yang kita tahu sangat giat menggembosi agar 212 tak jadi, dan pihak-pihak yang mengumpul massa tandingan pasca 212," tegas alumni pasca sarjana Universitas Gajah Mada (UGM) Yoygyakarata ini.

Selain itu, kandidat Doktor dari Universitas Airlangga Surabaya ini mengingatkan beberapa hal tentang sejumlah lembaga. Anda pun tidak mungkin lupa bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan lembaga lain yang selama ini ada, selalu sangat menjaga jarak dengan social movement dan sama sekali tidak melihat berseberangan dengan pemerintah sebagai pilihan.

"MUI dan FKUB itu hidup dari APBN dan APBD yang membuatnya menjadi instrumen pelengkap pemerintahan yang kurang berdaya," ujarnya mengingatkan.

Terakhir, ia menyebutkan, fenomena Habib adalah sebuah keniscayaan pengisian kekosongan jawaban dan peran, selama ini menjadi fungsi dari kelompok-kelompok Islam yang ada itu. Memang orang tak begitu peduli Habib Rizieq itu dari organisasi mana karena lebih melihat krisis kepemimpinan umat selama ini sudah waktunya diakhiri.

"You know something? Fenomena Habib Rizieq menguat justru saat pemerintah tidak tahu cara melahirkan kebijakan populer di tengah ancaman degradasi. Catat juga perasaan keterampasan umat Islam selama ini yang membuat umat Islam di Indonesia menjadi paling aneh di dunia: jumlah mayoritas tapi nasib minoritas," sebutnya.