JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Andrianus Garu mendukung penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu menggunakan kearifan lokal.

"Saya mendukung tawaran Menkopolkam Wiranto agar penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat diselesaikan secara non yudisial. Namun saya tawarkan bentuknya penyelesaian secara adat, dengan kearifan lokal," kata anggota DPD RI Andrianus Garu di Jakarta, Kamis (2/2/2017).

Sebelumnya Wiranto menawarkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM dengan non yudisial dengan musyawarah mufakat.

Namun Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) serta korban pelanggaran HAM tidak setuju dengan penawaran itu.

Mereka lalu melaporkan Wiranto dan Komnas HAM ke Ombudsman RI karena adanya dugaan maladministrasi dalam pengabaian penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Andre Garu mengatakan, keputusan melaporkan Wiranto ke Ombudsman RI berlebihan.

Menurut Senator asal NTT itu, penyelesaian secara adat dengan kearifan lokal masing-masing daerah tidak akan menimbulkan kegaduhan baru.

Andre menjelaskan penyelesaian secara adat lebih cepat, murah dan tidak ada yang merasa kalah atau dikalahkan. Sementara jika penyelesaian secara hukum akan membutuhkan waktu yang panjang, biaya yang besar dan ada kemungkinan munculnya benturan di masyarakat.

"Saya akan menginisiasi penyelesaian kasus pelanggaran HAM secara adat ini," kata dia.

Andre optimistis penyelesaian secara adat akan bisa diterima masyarakat dan tidak akan menimbulkam kegaduhan.

Selama ini ada tujuh berkas pelanggaran hak asasi manusia berat di Indonesia, yaitu kasus Trisakti Semanggi, Tragedi Mei 1998, penghilangan paksa aktivis 1997-1998, Wasior-Wamena, Trisakti Semanggi, Talang Sari Lampung 1989, Peristiwa 1965-1966, dan Penembakan Misterius. ***