JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Farouk Muhammad menginisiasi pertemuan tokoh lembaga keagamaan dan ormas bersama DPD RI pada hari Rabu 1 Januari 2017 di Ruang Kerja Wakil Ketua DPD RI di Gedung Nusantara III lantai 8 Kompleks MPR/DPR/DPD Senayan Jakarta.

Adapun hasil kesepakatan dan rekomendasi pertemuan tersebut pada hari kamis, (2/2) disampaikan langsung Kepada Pimpinan Majelis Ulama Indonesia KH. Ma'ruf Amin di Kantor MUI.

Sehari sebelumnya, DPD RI mendadakan pertemuan mengundang sejumlah komponen bangsa yang terdiri atas sejumlah tokoh agama dan ormas seperti Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Konferensi Wali gereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI), Pengurus Nasional Perkumpulan Senior Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PNPS GMKI), Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin).

Selain itu juga turut hadir Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI), Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). Pada pertemuan sebelumnya dihadiri juga oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Pengurus Besar (PB) Nahdatul Ulama.

"Kami menyadari bahwa bangsa kita akhir-akhir ini disamping diterpa berbagai bencana alam, juga menghadapi bencana sosial yang serius, berupa menguatnya kekhawatiran dan kecemasan atas sejumlah isu serta terjadinya perbedaan persepsi yang tajam di dalam masyarakat dalam memahami kehidupan berbangsa dan bernegara yang berpotensi memecah belah keutuhan bangsa," ujar Farouk.

Melalui pertemuan tokoh dari sejumlah komponen bangsa non parpol ini, kami terpanggil membangun kesamaan persepsi dan pemahaman untuk menatap masa depan Indonesia yang lebih baik serta lahir pemikiran solutif menyikapi kondisi aktual kebangsaan. Pertemuan yang berlangsung penuh keakraban dan dialogis ini menghasilkan tiga kesepakatan sebagai berikut.

1.Menyerukan kepada seluruh komponen bangsa untuk tidak lagi mempersoalkan keberagaman apalagi dengan saling menuduh satu sama lain sebagai intoleran, tidak pancasilais, anti kebhinekaan, mengancam NKRI, dan yang serupa, baik secara langsung maupun melalui media massa dan media sosial. Daripada gencar saling menuding pihak lain, lebih baik kita menyatukan sikap dan upaya menghadapi ancaman riil dari dalam dan luar negeri, seperti radikalisme /terorisme, penyebaran komunisme, neo liberalisme dan ajaran-ajaran lain yang merongrong Pancasila, narkoba, tenaga kerja asing illegal/nonskill, dan lain-lain.

2.Mendorong Pemerintah kepada aparat keamanan dan penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum yang berkehendak secara profesional dan bertanggungjawab. Penegakan hukum menjadi tidak efektif dalam kondisi pembiaran sehingga tidak menjamin adanya kepastian hukum. Pengambilan tindakan atas suatu pelanggaran hukum yang melibatkan antar komponen bangsa seyogyanya mengoptimalkan langkah persuasif dan menghindarkan diri dari sikap yang dapat memberi kesan keberpihakan karena justru dapat semakin mempertajam perbedaan antar komponen. Sejalan dengan itu kepada Pemerintah diharapkan untuk meluruskan kembali kebijakan-kebijakan yang tidak mencerminkan keadilan sosial dengan membangun kesantunan sosial termasuk penggunaan media sosial secara bertanggungjawab serta toleransi dan keberagaman berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

3.Memohon kepada Presiden selaku Kepala Negara untuk mengadakan suatu forum "Dialog Rekonsiliasi Nasional" yang melibatkan semua komponen bangsa, formal/ informal, parpol - ormas, lembaga keagamaan, lembaga adat/budaya/kedaerahan, cendekiawan, pemuda, mahasiswa dan lain sebagainya. Pertemuan tersebut diharapkan membuka kesempatan masing-masing pihak yang berbeda paham dan keinginan untuk membicarakan berbagai permasalahan bangsa dan mencari solusi untuk mengatasinya sampai dihasilkannya suatu konsensus nasional. ***