JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin mewacanakan sertifikasi khatib khutbah Jumat. Alasannya, ada keluhan dari masyarakat tentang isi khutbah Jumat yang sering berisi ejekan kepada satu kelompok.

Menanggapi wacana Menag tersebut, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengatakan, MUI mendukung keinginan Menag meningkatkan kualitas para dai di indonesia.

''Tapi kalau serifikasi dimaknai dengan profesi dan atau persoalan kapitalisme yang menilai dakwah dari berapa bayarannya, itu saya pikir belum waktunya dan tidak pas diberlakukan di Indonesia,'' kata Cholil Nafis, kepada Gonews.com, Selasa (31/1/2017).

Menurut Cholil, sebaiknya dimaknai standarisasai sebagai upaya peningkatan kualiifikasi dai. ''Bukan sertifikasi. Karena konotasi sertifikasi lebih kepada orang yang diberikan sertifikat untuk mendapatkan posisi dai dengan tingkat tertentu,'' ujarnya.

Diungkap Kholil, Jumat lalu, dirinya ikut rapat di Kantor Kemenag. Saat itu juga hadir perwakilan dari sejumlah organisasi keagamaan Islam, diantaranya NU, Ikadi, Muhammadiyah dan lainnya.

''Ketika itu semuanya sepakat adanya standarisasi dai. Bagaimana meningkatkan kualitas dai sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan seirama dengan keilmuan agama dan kebutuhan negara,'' jelasnya.

Yang paling memungkinkan distandarisasi sekarang, kata Cholil, adalah dai yang ceramah di televisi dan radio. Harus dikomunikasikan dengan KPI. ''Yang dai penceramah perlu ada standarisasi, karena pengaruh ceramahnya sangat besar terhadap publik,'' ujarnya.

Standarisasi untuk khatib yang ada di lingkungan pemerintahan bisa dilakukan lebih dulu karena lebih mudah dijangkau. ''Yang menjadi persoalan adalah, banyak orang yang bukan ahli agama, tapi mengaku mengerti banyak tentang agama. Atau ahli agama yang tidak punya rasa nasionalisme,'' sebutnya.

''Banyak orang memiliki wawasan luas tentang agama, tapi menafikan nasionalisme. Dalam kerangka bernegara kita harus berpatokan ke UUD 45 dan Pancasila,'' tegasnya.***