MEDAN - Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Medan dinilai belum berpihak kepada konsumen. Banyak konsumen yang mengadu ke BPSK justru mendapat respon negatif dari petugas penerima pengaduan. Prosedur yang berbelit-belit dan memberatkan konsumen menyebabkan konsumen “frustasi” dan enggan mengadu ke BPSK Medan. Sehingga layanan pengaduan hak konsumen akibat praktek curang pelaku usaha tidak terpenuhi.

“Konsumen dan praktisi menaruh harapan besar di awal kelahiran BPSK Kota Medan, yang berpihak kepada konsumen yang selalu kalah melawan pelaku usaha. Proses berperkara di pengadilan yang menghabiskan waktu, tenaga dan materi yang besar membuat konsumen enggan menuntut haknya di pengadilan,” kata Sekretaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen, Padian Adi S. Siregar, Selasa (31/1/2017).

Menurut dia, semangat UU Konsumen mengamanatkan lahirnya BPSK di Kota Medan, untuk memutus mata rantai “angkernya” pengadilan bagi konsumen. Tetapi itu dulu, layanan BPSK Kota Medan sekarang sama ribetnya atau bahkan lebih buruk dari pelayanan pengadilan sendiri.

“Ketua BPSK Medan disinyalir berkomplot dengan pelaku usaha dengan membuat aturan yang memberatkan, bahkan mengganjal konsumen miskin agar tidak dapat mengadu. Sehingga anggaran BPSK Medan seharusnya digunakan untuk biaya operasional pengaduan konsumen, diduga masuk ke kantong oknum yang tidak bertanggungjawab. Karena konsumen miskin tidak mendapat perlindungan dari BPSK, tetapi malah dibebani prosedur sulit yang berbiaya tinggi,” ujarnya.

Padian menjelaskan, kebijakan BPSK Medan yang tidak berpihak bagi konsumen antara lain; Pertama, konsumen dipaksa merogoh “kocek” untuk membuat pengaduan yang dijilid sebanyak 6 rangkap dan konsumen harus menyerahkan bukti tertulis. Padahal dalam Pasal 28 UU Konsumen menyatakan pembuktian dibebankan bagi pelaku usaha dan berperkara di BPSK tidak dikenakan biaya.

Kedua, Konsumen dijebak dan dibenturkan kembali dengan pelaku usaha melalui kebijakan adu domba memaksa konsumen yang mengantar pemberitahuan sidang kepada pelaku usaha. Jika, konsumen tidak mau mengantar proses pengaduan akan ditunda-tunda bahkan digugurkan.

“Konsumen tidak jarang mendapat intimidasi dari pegawai dan Majelis BPSK Medan yang menyidangkan sengketa konsumen seolah-olah berpihak kepada pelaku usaha. Konsumen seringkali dibatasi kesempatannya dalam membela diri dan menyalahkan konsumen, karena menandatangani klausula baku. Padahal klausula baku yang merugikan konsumen dilarang dalam UU Konsumen, dan semestinya tugas BPSK yang membatalkannya, bukan malah mengakuinya,” ungkapnya.

Lemahnya pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap BPSK Kota Medan menyebabkan kebijakan BPSK Medan selalu berpihak bagi pelaku usaha. BPSK Medan sangat berbeda sekali dengan BPSK lain yang selalu memberi keputusan berpihak bagi konsumen.

“Proses rekruitmen yang asal-asalan menjadi akumulasi anggota BPSK Medan tidak memahami semangat perlindungan konsumen yang terkandung dalam UU Konsumen,” pungkas Padian.