JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, kondisi penyerapan kerja di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan.

Di mana, kelompok pengangguran terbuka sudah mulai menyebar kepada tenaga kerja terampil. Pemerintah pun diminta untuk melakukan langkah kongkrit dalam menyesuaikan tenaga kerja sesuai dengan industri yang punya potensi.

Said Iqbal mengatakan, meski angka pengangguran tingkat sarjana masih kecil dibanding pengangguran lulusan SD, SMP, dan SMA. Namun, kenaikan jumlah pengangguran tak bisa dipungkiri.

’’Rasio Gini (kesenjangan ekonomi) di kota megapolitan seperti Jakarta pun lebih tinggi daripada rasio nasional. Hal tersebut menunjukkan kalau kesempatan kerja untuk membangun ekonomi di Jakarta juga semakin menipis,’’ jelasnya di Jakarta kemarin.

Menurut data BPS, angka pengangguran dari tingkat sarjana memang mengalami kenaikan berturut-turut dalam tiga tahun ini.

Catatan terakhir yakni pada Februari 2016 menunjukkan jika pengangguran sarjana mencapai 695 ribu jiwa. Meningkat 20 persen dibanding catatan Februari 2015.

Karena itu, Said menegaskan pemerintah harus segera melakukan langkah penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

Apalagi, mereka sudah mengungkapkan bahwa ada oversuplai tenaga terampil di beberapa industri.

’’Mengundang investasi industri yang dimana tenaganya tersedia bukan berarti satu-satu jawaban. Kadang industri itu juga akhirnya tidak menarik bagi investor,’’ ungkapnya.

Dia mengatakan, pemerintah juga harus punya program kerja untuk memberikan ketrampilan baru terhadap tenaga kerja yang sudah ada.

Apalagi, jika mereka sudah punya dasar kompetensi dan tinggal diberikan ketrampilan baru.

Mereka bisa dilatih kembali untuk mendapatkan ketrampilan sesuai industri yang sedang naik daun atau berpotensi naik di beberapa tahun mendatang.

Apalagi, jika ketrampilan yang diberikan merupakan ilmu yang selama ini diisi oleh tenaga kerja asing (TKA).

Dengan begitu, keresahan masyarakat terhadap banyaknya serbuan pekerja asing di Indonesia. Misalnya, industri konstruksi spesifik seperti pembangunan smelter.

’’Pemerintah harus sensitif terhadap apa yang bisa cocok dengan kompetensi dan potensi ekonomi Indonesia. Dengan begitu, penyerapan tenaga kerja bisa benar-benar efisien,’’ tegasnya.

Dia pun menegaskan, pemerintah juga harus mengubah paradigma pendidikan untuk terus menyesuaikan potensi ekonomi. Sehingga, lulusan dari Indonesia bisa bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain. Salah satunya, kemampuan untuk berbicara bahasa asing lainnya seperti inggris atau tiongkok.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan bahwa terdapat beberapa sektor yang over-supplied sampai dengan tahun 2019. Antara lain, sektor konstruksi, sektor perdagangan, sektor hotel dan restoran, dan sektor informasi.

Dia mencontohkan, produksi pekerja profesi di industri cukup besar dan belum terserap. Misalnya, tenaga pembuat roti, kue yang mencapai 109.866 orang per tahun.

Atau, tukang las yang mencapai 19.396 orang per tahun. ’’Dari sektor konstruksi, produksi tukang batu dan pasang ubin yakni sebesar 73.378 orang per tahun. Sedangkan, tenaga bangunan mencapai 17.595 orang per tahun,’’ jelasnya. (jpnn)