PEKANBARU - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam waktu dekat menetapkan Istana Asserayah Hasyimiah atau dikenal dengan sebutan Istana Siak salah satu warisan budaya nasional. Kendati demikian, sejarah kerajaan Melayu yang tersimpan di Istana Siak itu ternyata tidak masuk iven pariwisata Provinsi Riau tahun 2017, yang dikemas dengan "Riau Menyapa Dunia". Terkait kekecewaan Bupati Siak H Syamsuar yang menilai Istana Siak tidak masuk salah satu iven pariwisata, ditanggapi serius oleh Kementerian Pariwisata RI dan Dinas Pariwisata Riau.

"Kondisi yang beliau lihat di baleho Pemprov itu baleho event, bukan destinasi. Sementara Istana Siak itu masuk destinasi," ujar Kepala Dinas Pariwisata Riau, Fahmizal Usman, kepada GoRiau.com (GoNews Group), Senin (30/1/2017), mengklarifikasi.

"Saya perlu meluruskan, sekali lagi saat launching "Riau Menyapa Dunia" itu memang sesuai dengan permintaan Kementerian Pariwisata untuk mengajukan iven apa saja yang akan menjadi kalender nasional. Makanya yang kita ikutkan adalah iven baik itu budaya, religi maupun iven lain. Di Siak sendiri kita juga ajukan seperti Tour de Siak," paparnya.

Karena kata Fahmizal, Istana Siak itu kategori objek atau destinasi wisata bukan iven. "Istana Siak itu kategorinya sama dengan Candi Muara Takus, jadi kategori objek atau destinasi, sangat beda dengan iven. Untuk objek religi misalnya, ada Masjid An Nur, dan masjid di Pasirpengaraian, sementara iven religinya yang masuk kalender adalah Gema Muaharam di Inhil," paparnya lagi.

Untuk itu kata dia, sebaiknya pihak Kepala Dinas Pariwisata Siak juga menjelaskan ke Bupati Syamsuar tentang itu.

"Intinya begini, Pariwisata itu ada Destinasi, dan ada iven. Sebaiknya diberikan penjelasan yang jelas, supaya tidak menghambat pekerjaan kita, sama-sama mempromosikan wisata Riau. Karena nantinya pasti ada lagi promo-promo khusus Destinasi," tukasnya.

Nah terkait Baleho yang dipajang oleh Humas Provinsi Riau, kata Fahmizal, itu isinya sebagian event. "Ini artinya bukan berarti yang lain tidak masuk dalam "Riau Menyapa Dunia". Untuk Istana Siak sendiri, bahkan menjadi salah satu destinasi yang paling kita dorong untuk heritage city," tukasnya.

"Stand baleho di Cengkareng saja, Istana siak setahun lebih kita naikkan. Artinya promosi maksimal kita dorong. Padahal Siak ini salah satu yang paling maksimal kita promosikan," timpalnya.

Senada dengan Fahmizal Usman, Humas Kementerian Pariwisata RI, juga mengatakan, bahwa semua daerah termasuk Riau, memang sudah ada beberapa iven yang diakomodir untuk menjadi agenda nasional.

"Bukan hanya Riau, tapi hampir semua daerah sudah launching kalender iven. Namun soal Istana Siak, ya jangan dijadikan polemik, karena memang beda antara iven dengan destinasi. Intinya ya kita semua sama-sama ingin menggenjot Pariwisata di Indonesia ini," tandas Humas Pemberitaan Kemenpar, Yanti, kepada GoNews.co, Senin (30/1/2017) di Jakarta.

Pada saat launching Riau Menyapa Dunia, kategori iven yang menjadi kalender nasional adalah Tour de Siak, kemudian Festival Bekudo Bono di Pelalawan, Pacu Jalur di Kuansing, Bakar Tongkang di Rohil, Gema Muharram di Inhil dan Riau Marathon di Pekanbaru.

Istana Siak yang berdiri kokoh di pusat ibukota Kabupaten Siak, memang memiliki sejarah yang sangat istimewa bagi masyarakat Melayu. Sebab, dari kerajaan yang didirikan tahun 1889 itulah, sejarah Melayu dimulai.

Istana Siak yang juga dikenal dengan sebutan Istana Matahari Timur merupakan peninggalan Kerajaan Siak Sri Inderapura, berdiri kokoh dijantung Kota Siak menghadap ke Sungai Siak dengan jarak sekitar 150 meter.

Bangunan dua lantai ini, dihubungkan dua tangga putar berbahan besi tempa dengan 36 anak tangga buatan Belanda. Lantai bawah dibagi menjadi enam ruang, diantaranya ruang pertemuan, ruang makan, dan ruang tamu.

Sedangkan di lantai atas ada enam ruang, empat diantaranya kamar tidur. Sejarahnya, istana ini dibangun Tengku Syarif Hasyim yang jadi Sultan Siak XI dengan gelar Sultan Assayid Asysyarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin yang berkuasa tahun 1889-1908. Istana mulai dibangun tahun 1889 dan rampung 1893.

Luas bangunan sekitar 1.000 meter persegi di tengah lahan seluas 32.000 meter persegi, dengan ciri khas Melayu, Eropa, India, dan Timur Tengah. Arsiteknya didatangkan Sultan dari Jerman. Kini, nama Sultan Syarif Kasim diabadikan masyarakat Riau sebagai nama bandar udara di Kota Pekanbaru. (*/dnl)