MEDAN - Kepala Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar sangat mengapresiasi kinerja pihak Kepolisian yang dalam waktu relatif singkat dapat meringkus pelaku terlibat dalam penembakan menewaskan Indra Gunawan alias Kuna pada Rabu, (18/1/2017) pekan lalu.

Akan tetapi, Abyadi sangat menyayangkan maraknya peredaran senjata sehingga begitu gampang orang mendapatkannya.

"Saya lebih setuju sipil tidak boleh memiliki senjata. Baik itu airsoftgun apalagi senjata api. Sebab, jika orang sudah memiliki senjata, secara sadar maupun tidak akan merasa lebih hebat dibanding dengan orang yang tidak memiliki," kata Abyadi Siregar kepada GoSumut di Medan, Rabu, (25/1/2017).

Orang nomor satu di Ombudsman Sumut ini menjelaskan, dalam kepemilikan senjata tersebut haruslah orang yang memiliki kriteria tertentu. Profesional dan ahli. "Tidak semua personel TNI maupun Kepolisian diperbolehkan memiliki senjata. Ini berarati ada kriteria tertentu terkait kepemilikan senjata, sekalipun dia itu polisi ataupun tentara," jelasnya.

Ia menambahkan, potensi tindak kriminalitas akan semakin tinggi terjadi di kalangan orang yang memiliki senjata. "Kalo sipil bersenjata akan mengarah kepada tindak kekerasan, kriminalitas, dan itu sudah terbukti dalam kasus penembakan yang terjadi terhadap Kuna, pekan lalu," tambah Abyadi.

Terkait dengan kepemilikan senjata oleh sipil yang disebut - sebut untuk menjaga keamanan dan keselamatan sang pemiliknya, Abyadi mengaggap itu adalah suatu hal yang keliru. Sebab, pihak berwajiblah yang paling berwenang dalam menjaga keamanan, tentu tidak mengenyampingakan peran masyarakat sipil.

"Lalu apa jadinya jika seluruh warga merasakan ketidakamanan. Apa semuanya mampu membeli senjata. Saya berharap polisi selaku aparat keamanan harus menjadi pengayom yang betul-betul memberi rasa aman kepada masyarakat," ujarnya. Dari kasus Kuna, Abyadi bilang, hal ini membuktikan mahalnya keamanan dan lemahnya jaminan atas keamanan di Indonesia terutama di kota Medan.