JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Beneficiary Owner  PT MRA berinisial SS sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin untuk armada Garuda Indonesia.

"Untuk kepentingan pengembangan, penyidik KPK telah menggeledah sejumlah tempat, kediaman tersangka ESA di Grogol Utara, kediaman tersangka SS di Cilandak, kantor PT MRA di TB Simatupang, rumah di Jatipadang Jakarta Selatan, rumah di Bintaro Pesanggrahan," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantor KPK, Jakarta, Kamis (19/1/2017).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Emir yang sekarang menjabat sebagai Chairman PT Matahari Mall itu melakukan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan 11 pesawat Airbus A330-300 pada 2012 silam oleh PT Garuda Indonesia.

Penandatanganan kontrak pembelian 11 pesawat jenis A330-300 ketika itu dilakukan langsung oleh Emirsyah Satar dan Executive Vice President Programes Airbus, Tom Wiliam, di Istana Negara RI, serta disaksikan langsung Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Perdana Menteri Inggris David Cameron.

Pembelian pesawat Airbus A330-300 ini sebetulnya tidak masuk dalam rencana untuk melengkapi armada Garuda sesuai dalam program Quantum Leap Garuda.

Airbus A330-300 bisa ditenagai dengan tiga pilihan mesin, yaitu Rolls Royce Trent 700, Pratt & Whitney PW 400, atau GE CF6-80E. PT Garuda memilih pesawat A330-300 yang dibeli ini ditenagai 2 mesin Rolls Royce Trent 700.

Namun, mesin Rolls Royce Trent 700 yang dipakai untuk menerbangkan Airbus A330-300 ini ternyata masuk ke dalam "daftar hitam" lembaga regulator penerbangan sipil di Amerika Serikat, Federal Aviation Administration Safety Alert.

Dugaannya, pihak Rolls Royce bekerja sama dengan seorang perantara yang bisa meyakinkan PT Garuda untuk membeli mesin Trent 700. Perantara ini mendapatkan imbalan US$ 2,2 juta atau sekitar Rp 26 miliar dan sebuah mobil Rolls Royce Silver Spirit.

Berkat Bantuan Inggris dan Singapura

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar terungkap berkat kerja sama lintas negara.

"Kita juga perlu mengapresiasi kerja sama internasional makin lama makin baik. Kerja sama teman-teman dari Inggris, teman-teman dari Singapura. Sehingga kita bisa mendapatkan bukti-bukti, alat bukti yang cukup valid dan kuat sehingga kita naikkan ke penyidikan," ungkap Ketua KPK Agus Rahardjo.

Hal itu disampaikan dia dalam keterangan persnya di Gedung KPK, Kamis (19/1/2017). Agus menjelaskan, kasus Emirsyah Satar ini sebenarnya sudah pernah ia ungkap beberapa bulan lalu. Yakni pada Kamis 15 September 2016 lalu.

Ketika itu, Agus menyebut adanya dugaan direktur utama (dirut) sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menerima fee di Singapura. KPK menduga uang yang diterima tersebut tidak sedikit.

"Direktur BUMN terima di Singapura. Itu ada dan tidak hanya satu. Nilainya pasti tidak kecil," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Kamis 15 September 2016.

KPK, kata Agus, memastikan tengah menelusuri dugaan penerimaan uang oleh dirut tersebut. Sebab, dirut itu diduga tak hanya menerima uang, tetapi menyimpan dengan membuka rekening bank di Singapura.

Tujuan penyimpanan di rekening bank di Singapura itu, lanjut Agus, agar tidak terendus Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kendati, KPK sudah menjalin kerja sama dengan Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura atau CPIB.

"Sekarang sedang ditelusuri, didalami. Kita ada kerja sama dengan KPK-nya Singapura (CPIB)," ucap dia.***