KARO - Bangunan lima sekolah rusak di Kabupaten Deliserdang dan Kabupaten Karo akibat gempa bumi berkekuatan getaran 5,6 pada Skala Richter yang berpusat di Sibolangit, Deliserdang, Sumatera Utara, Senin malam. Dinding satu sekolah ambruk, runtuh, bangunan temboknya hancur-lebur, rata dengan tanah. Selain bangunan sekolah, terdata juga bangunan 77 rumah serta perkantoran rusak ringan dan rusak berat.

Dinding ruang kelas khusus belajar agama Sekolah Dasar (SD) 046417 Desa Naman, Namanteran, Kabupaten Karo tampak runtuh, Selasa (17/1/2017). Akibatnya, aktivitas belajar-mengajar di sekolah ini terhenti. Hanya 20 siswa yang datang ke sekolah dari 250 pelajar. Bahkan, puluhan siswa tidak berani masuk ke ruang kelas.

"Dinding ruang kelas agama tumbang, karena gempa. Kemudian, kami tunggu sampai pukul 10.00 WIB cuma 20 siswa yang datang. Mereka yang datang tadi, juga enggak berani masuk ke ruang kelas," kata Emiros Br Munthe, guru agama di SDN 046417, Desa Naman, Kecamatan Namanteran, Karo, Selasa (17/1/2017) petang.

Emiros mengaku sempat mengajak murid, namun ternyata sebagian mereka masih trauma oleh getaran gempa bumi yang sangat terasa. "Kenapa kalian enggak masuk ke ruang kelas anakku. Jawabnya mereka masih takut. Semua menangis, kemarin malam. Menjerit-jerit semua anak-anak. Bahkan kami yang besar menangis, pikir kami gunung mengamuk. Kaki saya sampai kaku tidak bisa berjalan," ujar Emiros.

Ia menyampaikan kondisi ini hanya berlangsung sehari. Rencananya aktivitas belajar-mengajar sudah berjalan normal hari ini, Rabu (18/1/2017). Jalan keluar menghadapi adanya ruangan yang dindingnya ambruk, Dewan Guru SDN 046417 Desa Naman sudah sepakat memindahkan murid yang belajar agama ke rumah dinas guru.

Adapun rumah dinas guru yang 'disulap' sebagai ruang kelas berada di sisi belakang sekolah. Pemindahan tersebut dilakukan agar proses belajar-mengajar tidak terganggu. Selama ini, rumah dinas guru tersebut tidak ditempati, sehingga dapat digunakan sebagai ruang kelas darurat. Pascagempa, banyak siswa yang merasa trauma sehingga tidak berani masuk ruang kelas.

Dia menceritakan, pelataran sekolah digunakan warga untuk mengungsi. Artinya, masyarakat yang tinggal di seputaran sekolah mendirikan tenda sekadar untuk tidur. Namun, sebagian warga Desa Naman tidur di pelataran gereja. Bahkan, usai gempa tidak ada warga yang tidur di dalam rumah. Ia mengetahui dinding ruang kelas ambruk seusai gempa.

"Yang buat anak-anak trauma karena gempanya kuat. Kemudian listrik padam. Jadi anak-anak menangis. Kalau guru-guru tadi datang semua," kata Emirosa.

Terkait dampak gempa, Egia Daniel Sembiring (10 tahun), murid kelas V SDN 046417 Desa Naman, berdiri melihat dinding ruang kelas yang roboh. Ia bersama beberapa temannya kemudian berlarian di pelataran sekolah.