MEDAN - Kenaikan tarif biaya pengurusan STNK dan BPKB, menuai pro dan kontra. Selain berpotensi menambah jumlah pengguna kendaraan yang tidak membayar pajak, kebijakan pemerintah tersebut dinilai tidak berpihak kepada rakyat. Kepala Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Sumatera Utara (Sumut), Abyadi Siregar, dikonfirmasi seputar hal itu mengatakan, yang terlebih dahulu harus dilihat ialah persolan mekanisme kenaikan tarif tersebut.

Apakah kenaikan tarif ini sudah sesuai dengan mekanisme, peraturan perundang - undangan yang berlaku? "Pasal 31 Undang - undang Nomor. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik menyebutkan kenaikan tarif pelayanan publik harus mendapat persetujuan, dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR -RI)," Kata Abyadi, Kamis (5/1/2017).

Abyadi menjelaskan, jika dilihat dari respon publik, kenaikan tarif pelayanan ini tidak memperoleh persetujuan DPR. "Saya menduga, ini tidak mendapat persetujuan DPR. Oleh karena itu, saya kira ini harus dipertanyakan," jelas Abyadi.

Orang nomor satu di Ombudsman Sumut ini menegaskan, DPR selaku perwakilan rakyat agar mengklarifikasi soal kenaikan tarif ini. "Jika tidak sesuai mekanisme, maka penetapan ini melanggar Undang - undang, dan harus dibatalkan," tegasnya.

Selain itu, Abyadi menyebutkan, pelayanan publik itu memang harus dibayar. Akan tetapi, pemerintah tidak boleh semena - mena menaikkan tarif. "Masyarakat saat ini tengah dihujani dengan persoalan ekonomi. Silahkan saja naik. Tetapi jangan mencekik leher," sebutnya.

Ia menambahkan, di samping harus sesuai dengan mekanisme, kenaikan tarif pelayanan publik itu harus dibarengi dengan peningkatan kualitas mutu pelayanan. "Kenaikan tarif pelayanan merupakan bagian dari peningkatan kualitas, termasuk penghentian praktek pungli yang dilakukan aparatur pelayanan publik," tambahnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Kepolisian Republik Indonesia akan menerapkan tarif baru penerbitan dan pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) serentak secara nasional pada (6/1/2017).

Kenaikan tarif tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),(6/12/2016) dan berlaku 30 hari setelah diterbitkan, sekaligus menggantikan peraturan lama PP Nomor 50 Tahun 2010.

Dari itu, dengan berlakunya PP 60 tahun 2016 ini, terdapat penambahan jenis PNBP yang mulai berlaku seperti tarif Pengesahan STNK, Penerbitan Nomor Registrasi Kendaraan Bermotor Pilihan, STRP & TNRP (lintas batas) dan Penerbitan SIM golongan C1 dan C2.

Tidak sampai disitu, kenaikan tersebut dinilai semakin menyengsarakan rakyat. Sebab kenaikan tarif itu sangat fantastis yakni mencapai tiga kali lipat dari tarif lama.

Di mana biaya penerbitan STNK roda dua dan roda tiga naik menjadi Rp100 ribu yang sebelumnya Rp50 ribu. Roda empat atau lebih dari Rp75 ribu menjadi Rp200 ribu.

Untuk pengesahan STNK, sebelumnya gratis, dengan disahkan PP ini maka akan berbayar Rp25 ribu untuk roda dua, dan Rp50 ribu bagi roda empat atau lebih.

Selain itu, Pengurusan dan penerbitan BPKB mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Tarif roda dua dan roda tiga, sebelumnya sebesar Rp80 ribu, kini diwajibkan membayar Rp225 ribu dan roda empat atau lebih, sebelumnya Rp100 ribu menjadi Rp375 ribu.

Demikian pula dengan biaya baru Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) untuk roda dua dan roda tiga dari Rp30 ribu menjadi Rp60 ribu, dan Roda empat atau lebih Rp50 ribu menjadi Rp100 ribu.

Kenaikan tarif masih dikenakan pada tarif Penerbitan Surat Mutasi Kendaraan untuk roda dua atau roda tiga dari Rp75 ribu menjadi Rp150 ribu, dan roda empat atau lebih Rp 75 ribu menjadi Rp 250 ribu.

Tarif PNBP yang dikelola oleh Polri dengan aturan Kementerian keuangan ini tidak dikenakan pada Penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor (STCK).