JAKARTA - Pariwisata menjadi salah satu sektor yang dipacu perkembangannya di era Jokowi. Berbagai program dicanangkan demi mengundang perhatian dunia. Sebelumnya Indonesia hanya bertengger di urutan 100 dunia dari segi branding atau promosi wisata. Namun sejak era kepemimpinan Joko Widodo, kini Posisinya melesat jauh diangka 50 besar.

Capaian ini juga diungkapkan langsung oleh Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya. "Di era Presiden Joko Widodo, Pariwisata ditempatkan sebagai sektor unggulan, selain infrastruktur, maritim, pangan dan energi," sebut Menpar Arief Yahya.

Arief melanjutkan, salah satu bentuk dukungan yang direalisasikan adalah berupa dana penunjang. "Kalau dibandingkan dengan yang dulu, budget sudah naik, sehingga bisa berpromosi menggunakan saluran global," sahut Menpar.

Bukan cuma dukungan dana, Jokowi juga mengecek lansung kondisi destinasi wisata Indonesia "Itu menunjukkan perhatian yang sangat sangat serius," jelas Arief Yahya.

Sebagai menteri yang bertanggung jawab di sektor ini Arief Yahya menjalankan strategi pariwisata dengan membangun landasan branding yang kokoh terlebih dahulu, dilanjutkan dengan advertising, dan selling. "Di atas itu semua program PR-ing berjalan lebih dulu, untuk memuluskan BAS bekerja di level strategi promosi," jelas Arief Yahya.

Alhasil setelah menunggu selama setahun, Country Branding Wonderful Indonesia melesat lebih dari 100 peringkat menjadi ranking 47, mengalahkan Truly Asia Malaysia di ranking 96 dan Amazing Thailand di ranking 83.

Country branding Wonderful Indonesia mencerminkan Positioning dan Differentiating Pariwisata Indonesia. "Sekarang kami calibrating, ada 14 pilar yang menjadi kriteria dan menentukan peringkat dunia tersebut. 141 negara di dunia, menggunakan standar itu dalam memperbaiki sektor pariwisatanya. Kalau kita mau bersaing di level global, maka standar internasional inilah yang juga kita perlukan, kita implementasikan," ungkap Arief Yahya.

Menpar Arief Yahya selama hampir dua fokus membenahi 14 pilar ini, namun ada beberapa hal yang sempat menjadi polemik. Misalnya di sektor International Openess atau kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK), 169 negara. Bahkan perhatian terhadap complain di sosial media dalam pelayanan wisatawan masuk via imigrasi, terutama wisman Tiongkok dan Timur Tengah.

"Kami sudah MoU dengan Kemenkumham dan Dirjen Imigrasi, untuk menjaga bersama-sama, karena petugas imigrasi itu adalah first impression-nya wisatawan mancanegara. Keramah tamahan itu berawal dari kesan pertama itu. Para petugas itu adalah PR Negara, dalam melayani wisman. Karena itu melayani costumers dengan cara yang baik, akan menciptakan kesan baik pula," ungkap Arief Yahya.

Selain itu soal kesehatan dan kebersihan. Oleh karena itu, Arief Yahya selalu mengingatkan untuk menjaga kebersihan, kerapian, kesehatan. "Kalau kita tidak melakukan itu, maka kita tidak akan bisa bersaing. Kita harus berani benchmark, bukan untuk mempermalukan diri kita sendiri, tapi mengetahui posisi kita ada dimana? Dan kita harus berbuat apa? Kapan dan darimana?" tandasnya.

Kemudian mengenai infrastruktur transportasi udara yang masih tertinggal jauh. "Pekan lalu saja, kami roadshow ke perusahaan airlines dan Angkasa Pura I dan II. Tujuannya untuk memperbanyak direct flight, dari Negara-negara originasi ke destinasi wisata kita," kata dia.

Hanya dengan memperbaiki 14 pilar itulah, kata Arief Yahya, Indonesia bisa bersaing. "Potensinya sangat besar, dalam setahun saja country branding sudah mengalahkan Malaysia dan Thailand. Tinggal pada business level strategy yang harus dikuatkan untuk memenangkan persaingan. Kita mampu, dan punya potensi sangat kuat," ujarnya.

Karena itu, jika Presiden Jokowi menempatkan Pariwisata sebagai Core Ekonomi Indonesia, itu sangat masuk akal dan tepat. "Kita kuat di alam, kuat di budaya, dan punya dasar-dasar kreativitas yang hebat untuk man made," jelas Arief Yahya. ***