BANDUNG - Masyarakat Indonesia kini sudah mulai sadar dan banyak yang menggunakan produk dan layanan keuanganan syariah. Meski sudah berkembang pesat, pangsa pasar perbankan syariah dinilai masih belum optimal, yakni baru sekira 5 persen dari pangsa pasar perbankan nasional.

SEVP Finance & Strategy Bank Syariah Mandiri Ade Cahyo Nugroho mengakui, secara umum, banyak institusi maupun produk syariah lainnya yang berkembang lebih pesat dibandingkan perbankan syariah.

Ia menyebut antara lain Dian Pelangi, kosmetik halal Wardah, hingga Dompet Dhuafa sebagai contoh. Lalu, apa sebabnya perbankan syariah belum tumbuh dan berkembang dengan pesat?

Cahyo menuturkan, barangkali penyebabnya adalah dalam pengelolaanya, perbankan syariah cenderung bersaing di area perbankan konvensional.

"Kalau pembiayaan main rendah-rendahan bunga, DPK (dana pihak ketiga) main tinggi-tinggian dalam memberikan deposito," kata Cahyo dalam acara pelatihan perbankan syariah Bank Syariah Mandiri di Bandung, Rabu (21/12/2016).

Cahyo menyatakan, sebenarnya perbankan syariah memiliki nilai yang berbeda dalam kontribusinya kepada masyarakat.

Selain itu, perbankan syariah juga memiliki dampak yang besar apabila menyalurkan pembaiayaan, termasuk larangan untuk menyalurkan pembiayaan ke hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam.

Menurut Cahyo, hal-hal semacam itu belum terkomunikasi dengan baik. Bahkan, kerap kali di dalam industri perbankan syariah belum mencapai satu suara.

Sehingga, perbankan syariah harus terlebih dahulu menyepakati pelayanan dan manfaat yang akan dituju. Setelah itu, barulah melakukan sosialisasi dan kampanye mengenai manfaat perbankan syariah.

"Selama ini memainkan bisnis masih syariah versus konvensional, padahal tidak begitu. Kita di dimensi berbeda. Kalau orang menaruh uang di syariah bukan sekadar mengejar bunga, tetapi ada nilai lain yang kita dapat," jelasnya.