JAKARTA - Kejaksaan Agung di era kepemimpinan Jaksa Agung M. Prasetyo terus mendapat sorotan tajam dari banyak kalangan, tak terkecuali Komisi III DPR RI. Terkait dengan kinerja pemberantasan korupsi yang dilakukan korps Adyaksa tersebut. Sebab, selain dinilai tumpul ke atas, di era Jaksa Agung Prasetyo justru banyak jaksa yang tertangkap tangan oleh KPK dan Tim Saber Pungli.

Yang menonjol dari instansi baju cokelat itu justru acara seremoni dan kegiatan internal yang justru memboroskan anggaran dengan banyaknya acara yang mengundang artis papan atas ibukota sebagai pengisi acara. Sama sekali bertantangan dengan himbauan Presiden Joko Widodo untuk melakukan penghematan anggaran negara.

Aksi penegakan hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah serta pemaksaan hukum juga terlihat dalam perkara dana hibah Kadin Jatim tahun 2011-2014 yang menjerat Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti.

Koordinator Masyarakat Indonesia Pemantau Anti Kriminalisasi Hukum AM. Muhammadyah SH mengatakan bahwa sejak awal, penyidikan perkara tersebut telah dinyatakan tidak sah dan dibatalkan oleh keputusan pengadilan dalam permohonan Praperadilan yang diajukan La Nyalla. Pengadilan bahkan sampai tiga kali Preperadilan.

"Namun putusan pengadilan yang seharusnya ditaati dan dijalankan justru ditentang. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur malah mengeluarkan sprindik baru. Bahkan dalam sebuah kesempatan, Jaksa Agung M. Prasetyo menyatakan akan tetap memerintahkan jajarannya di Kejati Jatim untuk mengeluarkan sprindik baru, meski telah dibatalkan oleh putusan Pengadilan," sesalnya, Selasa (20/12).

Padahal, tambahnya, setelah disidangkan, perkara dana hibah Kadin Jatim tersebut nyata-nyata tidak terbukti di persidangan dengan menyatakan bahwa Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti melakukan apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Salah satunya, La Nyalla yang dituduh memperkaya diri Rp. 1,1 milyar ternyata sama sekali tidak disebutkan oleh BPKP bahwa uang itu adalah kerugian negara. Tidak ada satu dokumenpun dari auditor, apakah itu BPK atau BPKP yang menyatakan bahwa La Nyalla merugikan negara Rp. 1,1 milyar.

"Bahkan dari semua saksi fakta yang dihadirkan oleh JPU, tidak satu pun saksi yang menyebutkan bahwa La Nyalla terlibat dalam perkara tersebut. tidak satupun saksi yang mendukung dakwaan JPU bahwa La Nyalla bersama-sama dengan terpidana sebelumnya dalam perkara yang sama, yakni Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, melakukan tindak pidana korupsi dana hibah Kadin Jatim," bebernya.

Satu-satunya fakta yang didalilkan jaksa kepada La Nyalla yang mengatakan dia menggunakan dana hibah Kadin Jatim untuk membeli Saham IPO Bank Jatim di tahun 2012 pun menurutnya juga digugurkan oleh keterangan saksi-saksi fakta yang dihadirkan sendiri oleh JPU.

"Dinyatakan oleh para saksi, bahwa faktanya, La Nyalla tidak mengetahui penggunaan dana hibah tersebut. Bahkan diakui oleh saksi-saksi bahwa pembelian itu bukan inisiatif dan tanpa sepengetahuan La Nyalla," jelasnya.

Yang paling penting, lanjutnya, saksi-saksi di persidangan menyatakan bahwa dana hibah tersebut sudah kembali sesuai peruntukannnya di tahun 2012, jauh sebelum ada penyidikan perkara tersebut di tahun 2015. Karena itu, saksi ahli dari UGM, Prof. Edward Omar Syarif Hiajrij menyatakan bahwa dana hibah yang sudah dikembalikan sesuai peruntukannya sebelum ada penyidikan bukanlah tindak pidana korupsi.

"Sehingga dari fakta-fakta persidangan, sudah sepantasnya Ketua Umum Kadin Jatim dibebaskan dari segala tuntutan jaksa. Apalagi banyak pihak yang menduga bahwa kasus ini sebenarnya sangat dipaksakan hanya untuk tujuan melengserkan mantan Timses Prabowo Subianto itu dari jabatan Ketua Umum PSSI," pungkasnya. ***