PADANG LAWAS - Faidil Ansori Hsb (38) Tahun yang memiliki sisi kehidupan sebagai tenaga kerja bongkar muat (TKBM) menyatakan rezeki barat memancing, tapi berkah. Setiap hari keringat hampir membasahi seluruh badan untuk membutuhi keperluan istri dan empat anak, 2 laki dan 2 perempuan.

Kemeja yang dikenakan pun lengket ke badan. Namun, wajah tetap semangat dan optimis, beginilah kalau kerja bongkar muat," ungkap Faidil Ansori Hsb yang akrab disapa Bang Gembo kepada GoSumut Minggu (18/12/2016).

Dalam kesempatan itu, Faidil tidak bisa menyembunyikan lelah yang dialaminya. Hanya, kepada setiap orang dia tetap ramah. Sambil sesekali ia menyeka keringat di wajahnya, ia bersedia berbagi cerita tentang suka duka yang dialaminya sebagai tukang bongkar muat.

Kisah hidupnya, sejak 2009 lalu ia menjadi kuli angkut di Pasar Sibuhuan, setelah bergabung di keanggotaan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PUK Kecamatan Barumun. Awalnya, ia bekerja sebagai tukang bongkar muat di loket bus Baruna.

Namun, sebagai tukang bongkar muat, ia tak pernah memilih pekerjaan. Apa saja yang ada, ia mau membongkar dan memuatnya. Pernah jadi tukang bongkar muat semen, pupuk, dan beras. Pokoknya apa saja yang bisa dibongkar di Pasar Sibuhuan, yang penting halal untuk keluarga.

Kini, sudah tujuh tahun ia melakoni pekerjaan itu. Membantu orang yang membutuhkan tenaganya. Meski, bayaran yang didapatkan kadang kurang dihargai. Dan sebagai TKBM hanya semata-mata mengandalkan tenaga saja.

Diceritakannya, rata-rata penghasilan sehari hanya berkisar Rp 75 ribu sampai Rp 100 ribu. Tergantung banyak barang yang akan dibongkar. Malah, kadang tidak ada sama sekali. Rata-rata barang yang sering dibongkar, truk yang mengangkut bahan bangunan dari Sumatera Barat dan Propinsi Riau.

Satu truk muatannya 20 ton. Jasa yang didapatkan, sekitar Rp. 500.000. Setiap ton 25 ribu dikali 20 hasilnya 500 ribu, itulah dibagi enam orang bongkar muat dan komisi ke kantor Rp 50 ribu. Hasilnya dapatlah Rp 75 ribu per orang.

"Hari minggu seperti ini biasanya,  kadang kosong truk. Rata-rata hari uang banyak truk tidak bisa dipastikan,  harus main proyek baru banyak truk semen padang masuk," jelasnya.

Diibaratkannya, bekerja sebagai tukang bongkar muat itu, tak ubahnya seperti memancing. Kadang, kail yang dilempar, dimakan ikan. Kadang juga tidak.

Pengalaman  yang hampir sama juga diakui Awaluddin nst (46) dan Abdul Sikumbang (55). Keduanya pun punya pengalaman yang cukup. Bahkan, Awaluddin pernah bekerja sebagai supir bus. Tidak singkat waktunya ia jadi supir, sampai 20 tahun.

Namun tidak bisa untuk membangun rumah, bahkan untuk menghidupi kebutuhan keluarga juga kadang susah, meski gaji seorang supir rata-rata per trip Rp 900 ribu. Sehingga tujuh tahun terakhir ia sudah beralih menjadi TKBM.

Hanya, hikmah yang diambilnya dari pekerjaan bongkar muat ini, penghasilannya ia rasakan sangat berkah. Bahkan, penghasilan Rp 20 ribu per hari, dirasakannya sangat bermanfaat. Dari penghasilan sebagai tukang bongkar muat itulah, ia bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama anak dan istri, dan bisa membangun rumah.