MEDAN - Pengamat Ekonomi Benjamin Gunawan menilai pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara (Sumut) di pengujung tahun 2016, terus didominasi oleh sektor pertanian khususnya perkebunan. Hal itu dikarenakan sisi sektor ekonomi produktif. “Kalau dari sisi konsumsi, ya jelas konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Sumut,” ungkapnya kepada GoSumut di Medan, Kamis (1/12/2016).

Pada dasarnya, terang dia, sektor ini sangat bergantung terhadap volatilitas harga komoditas pertanian di dunia. Sehingga volatilitas pada harga komoditas tersebut tidak begitu menguntungkan Sumut. Terlebih saat terjadi penurunan harga seperti yang terjadi saat ini.

Oleh karena itu, untuk menghindari ketergantungan yang akut dari komoditas, maka yang harus diprioritaskan dan dioptimalkan pemerintah adalah pengembangan industri hilir. Hal Ini menjadi salah satu cara agar manufaktur di wilayah Sumut bisa dihidupkan.

“Artinya sektor pertanian (perkebunan) yang menjadi tulang punggung Sumut jika dioptimalkan mulai dari bahan mentah ke bahan jadi akan signifikan dampaknya. Tentunya akan memiliki nilai tambah yang besar,” ungkapnya lagi.

Lebih lanjut dia mengatakan, jika manufaktur bisa dibangkitkan, Sumut akan lebih kuat jika berhadapan dengan volatilitas harga komoditas yang mengalami penurunan. Karena faktanya Sumut sampai saat ini mayoritas masih menjual bahan mentah ke negara lain. Belum sepenuhnya mampu dikelola hingga dalam bentuk barang jadi di Indonesia.

“Jika bergantung pada ekspor komoditas mentah, masalah lainnya yang bakal timbul adalah kita mencoba untuk menghasilkan produk jadi di Sumut. Artinya jika sebelumnya negara tujuan ekspor Sumut  mendapatkan bagian untuk mengolah bahan baku dari Sumut untuk produk jadi. Namun tiba-tiba saja kita Mandiri dengan menghasilkan barang jadi,” tutupnya.