MEDAN - Kepala Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Sumatera Utara Drs. Abyadi Siregar meminta Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, untuk mendesak Pemkab Nias menyelesaikan kasus ganti rugi lahan Bandara Binaka dengan masyarakat. Hal tersebut dikatakan Drs. Abyadi Siregar dalam keterangan persnya, Senin (21/11/2016). "Jika pembayaran tak juga diselesaikan, Ombudsman meminta agar operasional Bandara tersebut dihentikan," tegas Abyadi.

Orang nomor satu di perwakilan Ombudsman Sumut ini mengatakan, masih ada tanah milik warga di area bandara yang hingga kini belum dibayar. Warga bernama Marjan Polem (63) tersebut merupakan ahli waris dari M Zakir Polem.

M Zakir Polem memiliki tiga surat akta jual beli (AJB) yang ada di areal bandara, yakni surat Nomor 57 tahun 1985 seluas 3.458 meter persegi, surat nomor 88 tahun 1985 seluas 4.205 meter persegi, dan surat nomor 58 tahun 1985 seluas 5.596 meter persegi. Namun yang sudah dibayar adalah akta jual beli nomor 58 tahun 1985 seluas 5.596 meter persegi.

Sejak tahun 2007 Marjan Polem sudah menuntut haknya. Namun tidak direspon oleh Pemkab Nias. Pembebasan lahan Bandara Binaka menjadi tanggungjawab Pemkab Nias karena saat itu belum dimekarkan.

"Dia sudah menyurati, meminta bertemu tapi tidak ada tanggapan sampai hari ini," terang Abyadi yang didampingi Asisten Ombudsman Sumut, Tety Sialen.

Abyadi menilai Pemkab Nias tidak memiliki political will untuk menyelesaikan kasus tersebut. Bahkan Pemkab tidak koperatif saat dimintai klarifikasi oleh Ombudsman Sumut untuk penyelesaian kasus tersebut.

Karena itu, lanjut Abyadi, jika Pemkab tidak juga mau menyelesaikan masalah itu, Ombudsman akan menyurati atau bertemu langsung dengan Menteri Perhubungan. Karena menurut dia, dalam melakukan pembangunan seharusnya negara/pemerintah tidak merampas hak-hak rakyat.

"Semua orang mendukung pembangunan. Tetapi Negara harus hadir di tengah-tengah masyarakat. Negara mestinya memberi kepastian dan hak-hak rakyat. Tapi di Pemkab Nias, terkesan menyusahkan rakyat," tandasnya.

Informasi sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Sumatera Utara mengklarifikasi hal tersebut pada 17 November 2016 lalu di kantor Walikota Gunung Sitoli, Pemkab Nias yang saat itu dihadiri Kepala Badan Perngelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bajatulo Zendrato terkesan tertutup dan tidak memiliki data lahan masyarakat yang dibebaskan saat pembangunan bandara. Sementara dari BPN Nias Marulam Siahaan mengatakan bahwa alas hak yang dimiliki Marjan Polem adalah asli dan belum diganti rugi.